Kualitas GBL di Indonesia Kalahkan Bawang Putih China
- VIVA/Umi Kalsum
VIVA – Ada kabar menggembirakan dari hasil panen benih bawang putih varitas Great Black Leaf asal Taiwan yang baru pertama kali ditanam di  sejumlah wilayah Indonesia. Meski umbinya tak semontok bawang putih asal China, dari sisi kualitas ternyata jauh lebih unggul.
Keunggulan itu disampaikan Wang Jinhai, eksportir bawang putih asal China. Untuk kepentingan usahanya, Wang juga melakukan sejumlah riset. Ia hadir saat panen benih GBL di Desa Linelean, Kecamatan Modoinding, Minahasa Selatan, Sulawesi Utara, Kamis 20 Desember 2018.
Saat mengecek hasil panen, Wang mengamati besaran benih, memeriksa umbi, kualitas minyak, dan tingkat kepedasannya. Ia juga terlihat serius membaui aroma umbi yang telah dibelah sebelum dicicipi.Â
"Kualitas oil-nya bagus, tingkat kepedasannya juga, bahkan lebih bagus dari bawang putih di China. Meski ukuran yang ditanam di sini umbinya lebih kecil, tapi kualitas dari kandungan minyak dan tingkat kepedasannya dengan aroma yang kuat lebih unggul dibandingkan bawang putih China yang dikirim ke Amerika," kata Wang kepada VIVA.
Diakui Wang, bawang putih yang dihasilkan dari pertanian di China, ukurannya lebih besar dibandingkan hasil GBL yang ditanam di Indonesia. Ukuran itu dipengaruhi iklim di China, di mana benih ditanam saat musim dingin yang terkadang cukup ekstrem.Â
Saat musim dingin, batangnya memang akan terlihat layu seakan mati. Namun sesungguhnya tidak, sumber makanan justru tersedot ke umbi di tanah sehingga bawang yang dihasilkan jadi lebih besar. Berbeda dengan Indonesia yang hanya mengenal dua musim, hujan dan kemarau.
Karenanya ia menyarankan musim tanam di Indonesia dilakukan mulai bulan November, sehingga hasil tanam dapat dipanen di musim kemarau agar kelembaban lahan terjaga.
Selain itu masa tanam di China karena faktor musim juga lebih panjang, sekitar 6 bulan. Sedangkan di Indonesia cukup tiga bulan, sehingga dalam setahun bisa dilakukan tiga sampai empat kali tanam.
Â
"Jadi meski umbi lebih kecil, dengan masa tanam yang pendek, prospek bawang putih di Indonesia cukup bagus," kata dia.
Untuk menghasilkan umbi yang lebih besar, Wang menyarankan, benih yang dihasilkan dari tanam pertama bisa dipilah-pilah terlebih dahulu sesuai ukuran. Setelah itu bisa dilakukan penananam empat sampai lima kali lagi sebelum dibudidayakan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.Â
"Tapi walau harus ditanam empat lima kali lagi tak apa-apa karena musim tanamnya di sini lebih pendek dari di China," kata Wang.
Soal ukuran umbi, menurut Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Ditjen Hortikultura Kementan Prihasto Setyanto, besar tidak bisa dijadikan tolak ukur keberhasilan. Karena meskipun kecil, benih yang ditanam dari nol ini tetap memiliki umbi.Â
"Jadi bukan berarti tak berumbi. Dari hasil monitoring, tanaman yang berumur dua bulan sudah menunjukkan umbinya. Jadi kalau dikatakan GBL tidak berumbi salah. Â Apalagi hasil panen menunjukkan tingkat kepedasannya sudah memenuhi syarat, jauh lebih bagus dari bawang putih China yang diekspor ke Amerika," kata Anton, panggilan Prihasto.
Seperti diketahui saat ini pemerintah tengah mengembangkan penanaman benih GBL dari Taiwan untuk menuju swasembada bawang putih di tahun 2021 mendatang. Benih GBL telah diuji coba dan hasil pengujian DNA-nya ternyata mirip dengan varitas Sangga Sembalun yang sudah ditanam di Lombok Timur, NTB.Â
Penanaman benih GBL dilakukan oleh kelompok tani yang bekerjasama dengan importir-importir yang terkena wajib tanam. Di Minahasa Selatan, GBL ditanam di area seluas 289 hektar yang bekerjasama dengan PT Citra Gemini Mulia. Perusahaan ini berinvestasi sejak 2017 dengan total nilai sekitar Rp21 miliar.