Kadin: Perjanjian Dagang Indonesia-EFTA Bangun Kemitraan Strategis
- VIVA/Arrijal Rachman
VIVA – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menilai perjanjian dagang Indonesia-EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE-CEPA) akan menciptakan iklim yang kondusif bagi dunia usaha dalam menggenjot daya saing atau kompetensinya, mengingat negara-negara EFTA memiliki standar yang tinggi.
Hari ini, Minggu 16 Desember 2018, Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Enggartiasto Lukita dan para menteri terkait dari negara anggota EFTA (Liechtenstein, Islandia, Norwegia, dan Swiss) telah menandatangani perjanjian dagang tersebut.
Dalam proses perundingan yang sudah berlangsung sejak 2011, Kadin Indonesia dilibatkan dalam perumusan posisi runding, dan hasilnya cukup menggembirakan di mana hampir 100 persen komoditas ekspor Indonesia ke negara-negara EFTA mendapatkan perlakukan preferensi.
Selain perdagangan barang, IE-CEPA juga memasukkan 11 isu komprehensif lain meliputi perdagangan jasa, investasi, pengadaan barang pemerintah, fasilitasi perdagangan dan Rules of Origin, hambatan Technical Barries to Trade (TBT), dan Sanitary and Phyto-Sanitary (SPS), trade remedies, hak kekayaan intelektual, perdagangan dan pembangunan berkelanjutan, kerja sama dan peningkatan kapasitas, kompetisi dan permasalahan hukum.
"Kami sebagai perwakilan pelaku usaha sangat mendukung usaha pemerintah dalam meningkatkan daya saing nasional melalui IE EFTA ini. Negara anggota EFTA memiliki potensi yang luar biasa sebagai sumber investasi utama khususnya dalam hal teknologi tinggi dan kesehatan. Kadin sangat berharap pemerintah bisa meneruskan momentum yang sangat baik ini dengan segera juga menyelesaikan proses perundingan IEU CEPA," ujar Shinta Widjaja Kamdani, wakil ketua umum Kadin Bidang Hubungan Internasional.
Skema kerja sama komprehensif ini juga termasuk di dalamnya deklarasi bersama untuk pengembangan kapasitas dan kerja sama di sektor promosi ekspor, pariwisata, UMKM, HKI, kakao, dan kelapa sawit, pendidikan vokasional, industri maritim, serta perikanan.
"Plus-plus ini penting bagi pelaku usaha Indonesia karena kita mau mengembangkan industri manufaktur, tetapi masih ada kesenjangan SDM antara tenaga ahli yang dibutuhkan industri dengan ketersediaannya. Selain itu, Norwegia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 240 ribu pulau memiliki keahlian yang bisa dibagi dengan kita dalam mengelola sumber daya maritimnya," ungkap Shinta.
Negara-negara EFTA dikenal sebagai sumber investasi asing langsung bagi banyak negara. Berdasarkan data BKPM, sampai dengan September 2018, negara-negara EFTA secara agregat merupakan investor terbesar ke-14 bagi Indonesia dengan nilai sekitar US$212 juta dengan 215 proyek investasi.
Potensi sektor investasinya antara lain keuangan dan perbankan (Liechtenstein dan Swiss); telekomunikasi (Norwegia); farmasi, kimia dan plastik (Islandia dan Swiss); ekstraksi pertambangan dan migas (Norwegia); energi panas bumi (Islandia) serta manufaktur dan jasa logistik (Swiss dan Norwegia).
"Saat nanti entry into force, produk-produk unggulan Indonesia akan mendapatkan perlakuan khusus seperti untuk komoditas kelapa sawit, ikan, emas, kopi, alas kaki, mainan, tekstil, peralatan listrik dan ban," ungkapnya.
Indonesia juga akan diuntungkan dengan eliminasi bea masuk untuk impor barang modal, bahan baku dan penolong, sehingga biaya produksi dapat ditekan dan pada gilirannya daya saing produk Indonesia pun bisa naik.
Selain itu, dengan adanya fasilitasi perdagangan maka peraturan perdagangan maupun prosedur kepabeanan akan menjadi lebih transparan. Untuk itu, agar perjanjian dagang ini bisa memberi manfaat yang signifikan, Kadin akan melakukan sosialisasi ke daerah-daerah untuk memfasilitasi para pelaku usaha di sana.
Kemudian, Kadin juga akan memanfaatkan FTA Centre untuk memfasilitasi implementasi dari perjanjian dagang dan terus melakukan business matching agar kemitraan antarpengusaha dapat dibangun. Dengan selesainya perundingan ini, kedua negara tinggal menyelesaikan legal scrubbing untuk memastikan komitmen IE CEPA sesuai dengan peraturan perundangan masing-masing pihak dan proses ratifikasi di parlemen.
"Ke depannya kami berharap, penyelesaian IE CEPA dapat menjadi pintu masuk komoditas Indonesia di pasar Eropa yang memiliki standar tinggi sehingga dapat meningkatkan daya saing produk Indonesia secara keseluruhan," tutur Shinta.
Selain itu, penyelesaian perundingan ini juga menunjukkan bahwa RI mampu menemukan common grounds dengan mitra Eropa yang memiliki standar tinggi. Upaya itu diharapkan memberikan momentum yang baik bagi penyelesaian perundingan IEU CEPA.
"Perjanjian Indonesia EFTA CEPA merupakan perjanjian ketiga yang diselesaikan selama satu tahun terakhir, setelah Indonesia-Chile CEPA (14 Desember 2017) dan Indonesia-Australia CEPA (31 Agustus 2018)," katanya. (art)