Penerimaan Pajak Moncer Dinilai Alasan APBN 2018 Tak Diubah

Ilustrasi pembayaran pajak.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA – Baiknya kinerja penerimaan pajak pada 2018 menjadi salah satu indikasi kuat yang menyebabkan pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk pertama kalinya tidak melakukan revisi atau mengajukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan pada 2018.

DJP Tegaskan Buku Bebas dari Tarif PPN, Kecuali Kategori Ini

Pengamat perpajakan dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC), Bawono Kristiaji, menyebutkan, sejak awal tahun, penerimaan pajak secara nominal mampu tumbuh 15-16 persen. Sementara itu, sejak 2015 hingga 2017 pertumbuhannya hanya di kisaran 5-6 persen.

"Jadi jika pada tahun-tahun sebelumnya pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla mengajukan revisi APBN karena bayang-bayang shortfall penerimaan pajak, tidak demikian pada 2018," kata Danny dalam acara “Outlook dan Tantangan Sektor Pajak di 2019”, di Menara DDTC, Jakarta, Kamis 13 Desember 2018.

Pendapatan Pajak MotoGP Mandalika 2024 Tak Sampai 50 Persen dari Target Padahal Penonton Bertambah, Ada Apa?

Dia menilai, setidaknya terdapat dua faktor yang menjadi alasan kinerja penerimaan pajak tersebut moncer pada 2018. Pertama, adalah akibat kinerja bisnis untuk tiga kontributor terbesar bagi ekonomi domestik, yakni sektor manufaktur, pertambangan, dan perdagangan besar.  

Kedua, yakni situasi pajak yang mampu dijaga pemerintah untuk terus stabil, meski tidak ada kebijakan-kebijakan yang signifikan. Jika dibandingkan dengan periode 2015-2017, kata dia, pada tahun ini ada kestabilan sistem pajak dan ‘tone’ keberpihakan pemerintah pada wajib pajak.

Mencapai Kebebasan Finansial Lebih Cepat dengan Prinsip FIRE (Financial Independence, Retire Early)

"Situasi yang stabil, tidak terlalu agresif, dan predictable membuat dunia usaha relatif mampu mengelola bisnis lebih baik. Di sisi lain, pemerintah juga mulai membenahi sistem pajak yang sifatnya tidak mengubah undang-undang," tuturnya.

Untuk itu, dia memperkirakan hingga akhir tahun penerimaan pajak akan berkisar Rp1.291,7 triliun hingga Rp1.322,5 triliun. Dibandingkan dengan target APBN 2018 sebesar Rp1.424 triliun, maka realisasinya akan berada dalam rentang 90,71 persen hingga 92,87 persen, dengan pertumbuhan nominal penerimaan pajak antara 12,2 persen hingga 14,9 persen.

"Korelasi antara pertumbuhan PDB dengan pertumbuhan penerimaan pajak yang meningkat tersebut tentu akan berdampak positif bagi peningkatan tax ratio di 2018 dan tahun-tahun selanjutnya," ungkapnya. (art)

Ilustrasi pajak.

Harus Ada Kompensasi dari Kenaikan Pajak

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik dari 11 persen, yang berlaku pada 2022, menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.

img_title
VIVA.co.id
26 November 2024