Fintech Ilegal Bertebaran, Kominfo Janji Berburu dan Menindak
- ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
VIVA – Otoritas Jasa Keuangan telah memblokir dan menghentikan kegiatan 404 penyelenggara Peer-to-Peer Lending ilegal. Langkah itu juga dibarengi dengan koordinasi bersama sejumlah kementerian dan lembaga terkait lain, termasuk Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Sebagai bagian dari Satgas Waspada Investasi bersama OJK, Menteri Kominfo, Rudiantara memastikan, pihaknya akan terus berperan aktif dalam melacak dan menjaring, serta menindak aplikasi penyelenggara P2P Lending ilegal.
"OJK itu punya daftar fintech yang legal. Nah, di luar itu ilegal. Pola pikirnya dibalik. Kalau berdasarkan yang legal susah. Pokoknya, saya sasar yang di luar daftar disediakan OJK itu," kata Rudiantara di Gedung BEI, Jakarta, Kamis 13 Desember 2018.
"Jadi, kalau ada yang menawarkan layanan jasa keuangan menggunakan teknologi atau fintech, tapi di luar (daftar OJK) ini, ya sudah langsung block aja," ujarnya menambahkan.
Rudiantara juga mengaku terus bekerja sama dengan pihak Google, dalam upaya melacak dan memblokir semua aplikasi fintech ilegal yang terindikasi di Playstore.
Selain itu, lanjut Rudiantara, pihaknya juga masih membuka dan menerima aduan masyarakat, terkait fintech ilegal tersebut, dan melakukan kroscek berdasarkan daftar fintech legal dari OJK.
"Berarti, kalau enggak ada (di daftar OJK) ya ilegal, gitu aja. Itu berdasarkan laporan masyarakat. Tetapi, kami juga pro aktif, berapapun dari OJK, kami crawling secara reguler tiap hari. Kalau ketemu layanan fintech, tetapi tidak Ada di situ, saya blok. Sederhana aja," kata Rudiantara.
Saat ditanya mengenai ditemukannya 20 fintech penyelenggara P2P Lending pelanggar aturan yang ternyata sudah terdaftar di OJK, Rudiantara pun mengaku bahwa ranah itu sudah bukan lagi kewenangan pihaknya, melainkan langsung di bawah kontrol OJK.
"Nah, kalau terdaftar (di OJK), Kominfo enggak bisa apa-apa. Itu kan, urusan antara fintech-nya dalam konteks aturan hukum. Urusan saya kan, at least (fintech) yang ilegal, yang digital," ujarnya. (asp)