RI Masih Impor Singkong, Produk Olahan Dalam Negeri Kalah Saing 

Ketua Komite Tetap Ketahanan Pangan Kadin, Franky Welirang.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Fikri Halim

VIVA – Indonesia saat ini terbukti masih mengimpor singkong untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Jumlah impor singkong yang masuk ke Indonesia disebut masih naik turun. 

Bulog Kini Langsung Diawasi Prabowo, Zulhas: Enggak Bisa Komersial Lagi

Ketua Komite Tetap Ketahanan Pangan Kadin, Franciscus Welirang menjabarkan impor singkong pada 2015 tercatat sebanyak 840 ribu ton. Kemudian meningkat pada 2016 menjadi 940 ribu ton dan 2017 turun menjadi 740 ribu ton. 

"Untuk 2018 ini sudah turun, di mana sampai September 230 ribu (ton). Kemungkinan sampai akhir tahun bisa 400 atau 500 ribu. Tapi, artinya Indonesia masih impor," kata pria yang kerap disapa Franky Welirang itu dalam FGD Tapioka dan Mocaf di Menara Kadin, Jakarta, Rabu 12 Desember 2018. 

Daftar Harga Pangan 21 November 2024: Telur Ayam hingga Minyak Goreng Naik

Ia mengakui, ada beberapa sektor penyumbang impor singkong yaitu untuk pakan ternak maupun untuk plastik organik, kertas, tekstil, dan berbagai keperluan lain. 

Sementara itu, Ketua Masyarakat Singkong Indonesia (MSI) Suharyo Husen bahkan mengungkapkan, ada impor produk olahan singkong masuk ke RI. Misalnya saja, tapioka dari Vietnam dan Thailand karena harganya lebih bersaing dibanding olahan pabrik dalam negeri. 

Mentan Amran Ungkap Program Brigade Swasembada Pangan Dapat Anggaran Rp 30 T, 23 Ribu Orang Sudah Daftar

Menurut Suharyo, hal ini juga yang menjadi penyebab industri tapioka di RI berhenti beroperasi. "Kita masih net importir tapioka, karena harga tapioka impor lebih murah," katanya. 

Ia pun mendorong kemampuan petani lokal untuk membuat harga singkong yang dijual lebih kompetitif. Menurut dia, hal itu bisa dilakukan dengan inovasi cara tanam, misalnya cara tanam per hektare yang sebelumnya menghasilkan 20-30 ton agar ditingkatkan dua kali lipat. 

"Kalau bisa 60 ton per hektare. Kalau tidak bisa bersaing ya petani menderita. Kalau industri kan mana yang untung itu yang dipakai," kata dia. 

Untuk bisa mencapai produktivitas 60 ton singkong per hektare itu, Suharyo mengatakan, petani bisa menggunakan bibit-bibit populer. 

"Agar produktivitas itu 60 ton per hektare. Kita ada bibit yang populer, bibit gajah bisa 150 ton per hektare. Bibit Darul Hidayah bisa 102 ton per hektare cocoknya untuk mocaf (Modified Cassava Flour/singkong yang dimodifikasi)," tuturnya. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya