Harga Kelapa Sawit Anjlok, Pemerintah Hapus Sementara Pungutan BPDP KS
- VIVA.co.id/ Lis Yuliawati
VIVA – Pemerintah memutuskan untuk menghapus pungutan ekspor minyak kelapa sawit maupun produk turunannya yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit atau BPDP KS. Keputusan ini diambil, lantaran harga minyak kelapa sawit menyentuh angka terendahnya dalam sejarah.
Penghapusan pungutan tersebut diumumkan Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution, usai rapat komite dewan pengarah BPDP KS, di Jakarta, Senin 26 November 2018.
Komite dewan pengarah BPDP KS tersebut beranggotakan Menteri ATR/ BPR, Menteri Perindustrian, Menteri Keuangan, Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, dan Menteri ESDM.
"Kami membahas mengenai pergerakan harga yang menurun pada seminggu terakhir. Harga CPO (Crude Palm Oil) menurun dengan sangat tajam. Kalau delapan hari kemarin masih US$530 per ton, CPO hari ini US$420-an," kata Darmin.
Darmin menambahkan, "Jadi, US$530 itu bertahan cukup lama, sehingga kami tadi komite pengarah melihat bahwa ini sudah urgensi, sudah keadaan yang mendesak, terutama bagi petani dan semua pemain kelapa sawit."
Keputusan ini, menurut Darmin, akan berlaku setelah Menteri Keuangan, Sri Mulyani menandatangani Peraturan Menteri Keuangan sebagai payung hukum atas keputusan itu, pada 2 Desember 2018 mendatang. Saat ini, Sri masih menghadiri KTT G20 di Argentina.
Berdasarkan PMK Nomor 81/PMK.05/2018 tentang Tarif Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit pada Kementerian Keuangan disebutkan, tarif pungutan untuk CPO adalah sebesar US$50 per ton, untuk turunan I US$30 per ton, dan turunan II US$20 perton.
Menurut Darmin, jika harga CPO sudah mulai membaik di kisaran US$500 per ton, tarif akan kembali diberlakukan. Namun, tarif tidak penuh, yakni US$25 per ton untuk CPO, turunan I sebesar US$10 dan turunan II US$5 per ton.
"Kalau naik lagi menjadi di atas 549, maka pungutannya menjadi seperti sebelumnya. Kebijakan ini diambil mempertimbangkan bahwa dengan harga yang begitu rendah yang sebenarnya banyak pihak rugi itu sudah tidak bisa dilaksanakan dalam situasi ini," ujarnya.