Tujuh Bukit di Pesisir Timur Jawa Dikeduk demi Emas dan Perak
- VIVA/Nur Faishal
VIVA – Dengan pengetahuan dan peralatan berteknologi tinggi, satu per satu tujuh bukit di pesisir Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, itu 'dikempesi' dan dilubangi. Begitu selesai, lubang ditutup lagi, gundukan dibuat lagi, pepohonan ditanami lagi. Kegiatan bak mainan gunung-gunungan pasir itu dilakukan untuk satu tujuan: emas.
Tujuh bukit adalah nama yang dipakai PT Bumi Suksesindo atau BSI, investor yang sejak 2012 diberi kuasa oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi untuk mendulang emas dan perak di tujuh bukit itu. Warga lokal menamainya dengan Tumpang Pitu. Nama itu lebih dikenal sejak meletus protes warga atas aktivitas pertambangan di sana beberapa tahun lalu.
BSI beroperasi berdasarkan Keputusan Bupati Banyuwangi Nomor 188/547/KEP/429.011/2012 tertanggal 9 Juli 2012 tentang Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Bumi Suksesindo dengan luasan area 4.998 hektare. BSI juga mengantongi IPPKH untuk lahan tambang seluas 992,86 hektare. Sebelum BSI, Tumpang Pitu digarap investor lain sejak 1991.
Sejak 1 Desember 2016, BSI memulai tahap produksi pertamanya di Tumpang Pitu atau penambangan bijih mineral perdana. "Emas pertama kami tanggal 17 Maret 2017," kata Environment Monitoring Superintendent PT Bumi Suksesindo, Iwa Mulyawan, ketika VIVA berkunjung ke lokasi tambang Tumpang Pitu di Banyuwangi, Jawa Timur, pada Sabtu, 17 November 2018.
Iwa menyebut BSI adalah perusahaan pertambangan penanaman modal dalam negeri. Mengubah pola pikir buruk tentang pertambangan, dia mengklaim keberadaan BSI justru menguntungkan bagi pemerintah dan warga setempat. Saham Pemkab Banyuwangi di perusahaan itu 6,24 persen dari 100 persen. "Ini terbesar dibandingkan usaha pertambangan lainnya," ujarnya.
Tenaga kerja yang direkrut BSI, kata Iwa, mayoritas warga negara Indonesia. Hanya satu persen tenaga asing karena berkaitan dengan keahlian. Sebanyak 99 persen pekerjanya warga Indonesia dan bahkan 64 persennya justru warga lokal. "Jadi perusahaan ini sebenarnya menguntungkan bagi bangsa ini," ujarnya.
Lalu seperti apa wajah Tumpang Pitu setelah digarap oleh BSI? Tak mudah untuk melihat aktivitas pertambangan secara langsung di tujuh bukit yang berjarak sekira 70 kilometer dari kota Banyuwangi itu. Pertama soal jarak. Berada di sisi selatan kota, membutuhkan waktu tiga jam untuk sampai di sana. Satu jalur menuju tempat wisata Pulau Merah.
Kedua, soal akses. Tidak sembarang orang bisa masuk ke lokasi tambang BSI di Tumpang Pitu. Portal berpenjaga orang tegap-tegap menyambut sebelum tamu masuk ke sana. Tak jauh dari situ, papan pemberitahuan bertulisan objek vital nasional berdiri. Selain pekerja, tamu atau pengunjung diwajibkan menyetor kartu identitas dan mengisi buku tamu.
Bila diizinkan, pengunjung diwajibkan terlebih dahulu mengikuti sesi pengarahan keselamatan di sebuah kantor yang berada sekira seratus meter dari pos penjagaan. Di sana soal riwayat kesehatan juga ditanya. Dari kantor itulah pengunjung lalu diantar oleh sebuah bus merayapi bukit. Jangan lupa, jaket, helm, kacamata, dan sepatu boot harus dipakai.
Jalan yang kami lalui adalah jalan beralas tanah, mengular mengikuti lereng bukit. Pengamatan VIVA, hilir mudik kendaraan karyawan dan truk-truk besar pengangkut batu-batu mengandung mineral hilir-mudik. Ada pula kendaraan penyiram jalan beroperasi untuk mengurangi debu beterbangan. Tebing jalan banyak dibuat kokoh dengan tataan batu-batu bercampur semen.
Tiga titik lokasi yang kami kunjungi, dimulai dari lokasi paling tinggi. Pertama, kami diajak pihak BSI untuk melihat kegiatan pertambangan di pit atau lubang tambang B barat dan timur. Di Pit B sisi barat, lubang besar sudah terlihat. Truk-truk besar pengangkut batu mineral dan dozer tampak sibuk beroperasi. Sementara di Pit B sisi timur, kegiatan masih pada posisi pengeboran.Â
Dari titik ini hamparan laut Samudera Hindia terlihat jelas. Di sisi barat, panjang pantai selatan Banyuwangi dan punuk-punuk bukit begitu indah dilihat. Andaikata bukan kawasan pertambangan, lokasinya sangat bagus untuk menyaksikan momen matahari terbit atau tenggelam.
Dari Pit B, kami kemudian diarahkan melihat lokasi pabrik ADR. Lokasinya berada di bawah pucuk bukit. ADR adalah proses selanjutnya setelah bebatuan mengandung mineral diambil dari lubang-lubang tambang. Di pabrik ADR kegiatan, di antaranya, pengolahan bijih mineral dilakukan atau ore processing dilakukan.
Lokasi ketiga berada di bawah pabrik ADR. Namanya heap leach dan dam. Ini adalah proses pengolahan bijih selanjutnya setelah diolah di ADR. Secara kasatmata, heap leach atau pelindihan dan dam terdiri dari tiga bagian. Yang paling menonjol ialah lahan luas berundak-undak buatan dengan hamparan alas khusus antiair. "Air tidak bisa tembus sehingga tidak terserap tanah," kata Iwa.
Di situ pula terdapat semacam lahan kosong tempat tumpukan-tumpukan kecil bijih. Paling bawah ialah dam besar yang dipakai untuk menampung air. Lokasi ini tampak seperti petakan danau-danau kecil. Dari semua titik yang kami kunjungi, kesimpulannya satu: ada kesan kerumitan untuk dijelaskan dari proses teknis geologis batu-batu mineral yang diolah.
Iwa tak menyangkal kesan buruk tentang aktivitas pertambangan, di antaranya soal kerusakan lingkungan. Tidak hanya soal kerusakan hutan dan satwanya, tapi juga tentang ekosistem laut. Lokasi tambang Tumpang Pitu memang berada di pesisir selatan Banyuwangi. "Kami kontinyu melakukan upaya agar satwa dan ekosistem laut terlindungi," klaim dia.
Direktur BSI Boyke Abidin menyampaikan, pada tahun 2017 adalah bagian terpenting bagi PT BSI karena berhasil mencapai produksi perdana emas dan perak dari Tambang Tujuh Bukit di Banyuwangi, Jawa Timur, yakni 142.468 ounce (oz) emas dan 44.598 oz perak sepanjang 2017. Tahun 2018 ini, produksi emas ditargetkan mencapai 155.000-170.000 oz. Untuk semester I saja, produksi emas sebanyak 83.713 oz dan perak 48.226 oz.
Boyke menuturkan, untuk tahun 2019, BSI menargetkan capaian peremukan bijih, penumpukan dan pengolahan emas sebanyak 6,2 juta ton. Target itu sejalan dengan ekspansi lapisan oksida di wilayah itu, sebesar dua kali lipat menjadi 8 juta ton per tahun dan akan rampung pada kuartal pertama 2019.
Boyke optimistis target itu tercapai. Alasannya, BSI menerapkan penggunaan teknologi pelindihan yang efesien dan ramah lingkungan. "Melalui pemanfaatan teknologi yang tepat dan kontrol kinerja yang baik, produksi emas di Tambang Tumpang Pitu sangat efisien," katanya. (ase)