Likuiditas Perbankan Rp543 Triliun di BI, OJK Sebut Masih Memadai
- ANTARA FOTO/ICom/AM IMF-WBG/Anis Efizudin
VIVA – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso mengaku, likuiditas perbankan memang sedikit menurun di tengah ketidakpastian perekonomian global yang masih terus terjadi saat ini. Namun begitu, ditegaskannya likuiditas tersebut masih memadai.
Wimboh menjelaskan, hal itu disebabkan karena masih besarnya likuiditas yang ditanamkan perbankan di Bank Indonesia. Tercatat, hingga saat ini, likuiditas perbankan yang ada di Bank Indonesia mencapai Rp543,3 triliun.
"Ini memberikan buffer yang cukup memadai untuk menghadapi tekanan dan ekspansi usaha ke depan," kata Wimboh di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin, 29 Oktober 2018.
Di samping itu, lanjut dia, intermediasi perbankan juga dikatakannya masih mengalami peningkatan. Hal itu dibuktikannya dari peningkatan pertumbuhan kredit yang saat ini bertengger di kisaran 12,69 persen secara tahunan dengan risiko kredit bermasalah atau NPL di kisaran 2,66 persen.
"(NPL) secara gradual alami penurunan dan pertumbuhan piutang perusahaan pembiayaan pun cukup baik, tumbuh 6,1 persen (yoy) dengan non performing financing sebesar 3,17 persen," tuturnya.
Dia pun meyakini, meski kondisi ketidakpastian global yang diperkirakan terus berlanjut akibat semakin tingginya perang perdagangan antara Amerika Serikat dan China, serta pengetatan kebijakan moneter negara-negara maju, pertumbuhan kredit hingga akhir tahun bisa tembus di kisaran 13 persen dan di 2019 bisa mencapai 12 persen.
"Akhir tahun kita harapkan bisa mencapai lebih dari itu. Bisa 13 persen mungkin, tahun depan bisa sekitar 12 persen. Ya kita tentunya dengan kondisi ekonomi yang kita belum tahu seberapa besar nanti magnitude dampak perang dagang, menurut hemat kami 12 persen mungkin bisa," tutur dia.