Penjelasan Sri Mulyani soal Asumsi Makro yang Banyak 'Keluar Jalur'

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati (tengah)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

VIVA – Realisasi asumsi makro pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara per akhir September 2018, banyak yang melenceng dari target yang dipatok dalam APBN Tahun Anggaran 2018.

Sosialisasi Pajak Bareng Sri Mulyani, Ganjar Minta Warga Jangan Takut

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan, kondisi perekonomian global di mulai dari pertumbuhan ekonomi dunia yang diproyeksikan akan terus mengalami stagnansi pada tahun ini dan tahun depan, normalisasi kebijakan moneter negara-negara maju, perang perdagangan, hingga ketegangan geopolitik terus memengaruhi perekonomian domestik, sehingga asumsi makro di APBN ikut terbawa.

"Hingga akhir September 2018, kalau kita lihat dari kondisi perkembangan asumsi makro, mengenai lingkungan global masih sangat memberikan pengaruh kepada seluruh dunia," katanya di Gedung Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Rabu 17 Oktober 2018.

Soal Banjir Rob, Bupati Demak Curhat ke Sri Mulyani Minta Bantuan

Dia mengungkapkan, asumsi makro untuk pertumbuhan ekonomi per akhir September 2018, sebesar 5,17 persen atau jauh di bawah target APBN yang mencapai 5,4 persen. Namun, diperkirakannya hingga akhir tahun akan tetap mengalami perbaikan. Sebab, indikator dari sisi supply dan demand dikatakannya masih sangat mendukung untuk menumbuhkan perekonomian domestik.

"Tetapi, kami masih meyakini pertumbuhan ekonomi kita ada momentum yang terus kita jaga. Dari sisi demand side maupun supply side, pertumbuhan ekonomi ini, kontribusi dari konsumsi rumah tangga masih kuat. Kami melihat momentum pertumbuhan ekonomj akan jadi sesuatu yang harus terus diwaspadai," tuturnya.

Sri Mulyani Akui 20 Tahun Desentralisasi Fiskal Banyak PR, Apa Saja?

Sementara itu, untuk tingkat inflasi, dikatakannya per akhir September 2018, masih jauh di bawah batas aman yang telah ditetapkan di APBN 2018, yang sebesar 3,5 persen, yakni 2,9 persen. Dan, masih lebih baik dari realisasi pada periode yang sama ditahun sebelumnya sebesar 3,6 persen.

Adapun untuk nilai tukar rupiah, dari rata-rata yang dijumlahkan sejak awal tahun hingga akhir September 2018, adalah senilai Rp14.119 per dolar AS. Namun, tetap masih jauh dari target yang sebesar Rp13.400. Kemudian, untuk tingkat bunga SPN tiga bulan adalah 4,8 persen dari target yang sebesar 5,2 persen.

"Jadi, masih lebih rendah, meskipun dinamika terjadi peningkatan sejak Mei. Ini menggambarkan bagaimana upaya kita menurunkan. Ini jadi bantalan awal untuk menghadapi gejolak global pada 2018. Memang tren dengan normalisasi Fed yang menciptakan penguatan US$ akan direspons BI, dan akan memengaruhi SPN kita," katanya.

Sedangkan untuk harga minyak mentah Indonesia (ICP) pada periode tersebut, dikatakannya, mencapai US$68 per barel. Sementara itu, dalam asumsi makro sebesar US$48 per barel.

Kemudian, dari sisi lifting minyak sebesar 774 ribu barel per hari, atau jauh lebih rendah dari asumsi yang sebesar 800 bare per hari. Dan, untuk lifting gas sebanyak 1.148 barel setara minyak per hari, sedangkan dalam asumsi sebesar 1.200 barel setara minyak per hari. 

"Lifiting minyak dan gas lebih rendah meski dari segi harga lebih tinggi dibanding harga asumsi, sehingga nanti penerimaan migas kita tetap lebih baik. Tetapi, kita tetap harus hati-hati, karena produksi kita tertahan, dan kebutuhan migas dalam negeri meningkat," jelas dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya