Harga Beras Semua Jenis Naik, Validitas Data Kementan Dipertanyakan

Pekerja mengisi wadah beras di Pasar Kosambi, Bandung
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Khairizal Maris

VIVA – Ketidakjelasan data yang disampaikan Kementerian Pertanian, yang menyatakan telah terjadi swasembada beras, patut menjadi pertanyaan. Sebab, sepanjang September 2018 harga beras untuk semua jenis justru mengalami kenaikan.

Zulhas Tegaskan Indonesia Tak Impor Beras pada 2025, Ada Tapinya

Data Badan Pusat Statistik mencatat, pada September 2018 rata-rata harga beras untuk kualitas premium di penggilingan naik 1,2 persen menjadi Rp9.572 per kilogram, lalu harga beras kualitas medium naik 1,5 persen menjadi Rp9.310 per kg dan harga beras kualitas rendah naik 1,65 persen menjadi Rp9.125 per kg.

Kemudian, per 5 Oktober 2018, menurut Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, harga beras berada di kisaran Rp9.800-13.300 per kilogram. Lebih tinggi dari harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah. 

Daftar Harga Pangan 21 November 2024: Telur Ayam hingga Minyak Goreng Naik

Pengamat Politik dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing mengatakan, naiknya harga beras nasional perlu menjadi evaluasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution.

Menurut dia, kenaikan harga beras tersebut sangat berbeda dengan sejumlah pemberitaan di media, di mana Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyatakan harga pangan stabil dan ketersediaan pangan cukup, bahkan swasembada. 

Daftar Harga Pangan 20 November 2024: Bawang hingga Telur Ayam Naik

Untuk itu, Emrus meminta pemerintah untuk mengecek kembali validitas data produksi komoditas pangan yang dimiliki Kementan secara langsung di Lapangan. Selain itu, Menko Perekonomian diharapkan tak hanya melihat laporan itu di atas kerja saja.

“Bila data ternyata berbeda, (produksi) lebih rendah dari dimiliki Mentan, Presiden harus mengambil tindakan tegas terhadap Mentan. Ini bisa berujung kepada reshuflle,” kata Emrus dalam keterangannya, dikutip Senin, 8 Oktober 2018.

Emrus menilai, meski kerap menegaskan kondisi swasembada beras nasional, dari berbagai pemberitaan, Menteri Amran nyatanya tidak pernah menyajikan data pangan secara riil.  

“Saya tidak pernah melihat Mentan buka-bukaan produksi pangan. Logisnya, kalau  produksi melimpah tidak mungkin impor,” ujarnya.

Sejumlah pekerja mengangkut beras yang akan didistribusikan untuk warga prasejahtera (Rastra) di gudang Bulog Divre Banten, di Serang

Senada, Wakil Direktur INDEF Eko Listiyanto mengungkapkan seringnya Kementerian Pertanian membuat klaim swasembada terkait berbagai komoditas pertanian, dinilai menyesatkan. 

Sebab, lanjut dia, kenaikan harga sejumlah komoditas pangan, justru menyiratkan adanya kekurangan dari sisi produksi. Jika terus dibiarkan, kekhawatiran membuat kebijakan dari data yang salah, sangat mungkin terjadi. 

“Berbahaya untuk misleading kebijakan. Jadi kayak impor atau enggak impor. Terus kestabilan harganya juga jadi terganggu. Secara umum ini berbahaya,” tegas Eko.

Menurutnya, klaim swasembada berpotensi membuat terlena, sehingga kerap menghasilkan kebijakan yang tidak tepat. Ia mencontohkan, Kementan menyatakan kebutuhan surplus, sehingga kebijakan impor tidak menjadi pilihan. 

Baca juga: Stok Beras di Musim Paceklik Aman 

Sebelumnya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan, produksi padi dan stok beras di musim kering atau paceklik Juli, Agustus, dan September, dipastikan aman.

Selain itu, Amran juga mengatakan bahwa pihaknya sudah menemukan strategi untuk meningkatkan produksi beras saat musim itu.

"Analisa kami selama 20 tahun kenapa selalu minim produksi, kami juga sudah menemukan solusinya. Kita harus jaga pangan, khususnya beras dari Juli sampai September," ucap Amran di Gedung Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa 2 September 2018. (ren

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya