Harga Jagung Merangkak Naik, Peternak Kian Tercekik

Produksi jagung dalam negeri.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas

VIVA – Harga jagung pakan nasional rata-rata telah mencapai Rp5.200 per kilogram atau meningkat dari rata-rata biasanya di angka Rp4.000-an. Naiknya harga membuat peternak ayam dan industri pakan kian tercekik.

Kenali Makanan dan Minuman Rendah Gula yang Baik untuk Kesehatan Anda

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Imelda Freddy mengatakan kenaikan harga jagung menjadi indikator suplai nasional mulai berkurang. Tapi, di sisi lain batasan impor jagung masih dikumandangkan karena pasokan dalam negeri dianggap sudah memenuhi.

"Jumlah produksi jagung nasional tidak bisa memenuhi jumlah konsumsi jagung nasional. Di saat bersamaan, pemerintah justru membatasi impor jagung tanpa perhatikan pasokan memadai," kata Imelda dalam keterangannya dikutip, Kamis 27 September 2018..   

Sidak Gudang Jagung Grobogan, Satgas Pangan Polri Temukan Ini

Hal itu, lanjut Imelda tentu saja berdampak langsung kepada para produsen pakan ternak. Di mana ada peralihan komponen utama bahan baku pakan ternak dari jagung ke gandum. Padahal, harga gandum lebih mahal daripada jagung.

"Lebih dari 45 persen pakan ayam berasal dari jagung sehingga kelangkaan jagung pasti akan memengaruhi produksi pakan nasional. Belum lagi jumlah produksi jagung harus berebut dengan permintaan konsumen yang ditujukan untuk non pakan ternak," ujarnya.

Bea Cukai Musnahkan Jagung Pipil Tak Layak Guna Eks Fasilitas BKPM

Menurutnya, jumlah produksi jagung sendiri saat ini masih tidak stabil di sepanjang tahun. Penyebabnya ada pergantian jenis komoditas pertanian yang dilakukan oleh pada petani.

Jika hal tersebut tidak segera diatasi, dan terjadi alih bahan baku pakan ke gandum, maka akan menimbulkan dampak negatif terhadap petani jagung. Hasil produksi mereka tidak terserap oleh pasar.

Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian, jumlah produksi jagung nasional meningkat pada periode 2013-2017. Pada 2013 produksi jagung nasional adalah 18,5 juta ton dan meningkat 19 juta ton dan 19,6 juta ton pada 2014 dan 2015. Sementara pada 2016 dan 2017 jumlahnya menjadi 19,7 juta ton dan 20 juta ton.

Di saat yang bersamaan, jumlah konsumsi jagung nasional juga terus naik. Pada periode 2013-2015, sebesar 21,6 juta ton, 22,5 juta ton, dan 23,3 juta ton. Namun, ada sedikit penurunan pada 2016 yaitu menjadi 22,1 juta ton dan kemudian kembali naik menjadi 23,3 juta ton pada 2017.

Bergantung Impor

Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas menambahkan, harga pakan ternak yang naik bukan hanya karena kebutuhan jagung sebagai bahan bakunya tidak mencukupi, melainkan bergantungnya pakan ternak pada impor jagung membuat harganya terus terkerek tinggi.

Ia mengemukakan, impor gandum yang melonjak tinggi sejak 2016 seakan menjadi substitusi dari dilarangnya impor jagung lewat Permentan Nomor 57 Tahun 2015 tentang Pemasukan dan Pengeluaran Bahan Pakan Asal tumbuhan ke dan dari Wilayah Indonesia.

Pada tahun 2016, impor gandum diketahui naik 3,1 juta ton dibandingkan tahun 2015. Di sisi lain menurut data UN Comtrade impor jagung pada tahun 2016 turun 2,1 juta ton. Merosot dari 2015 sebesar 3,3 juta ton menjadi 1,1 juta ton pada 2016.

Dwi mengungkapkan, kebergantungan membuat pakan ternak dari jagung masih berlangsung sampai kini. Terlihat dari derasnya impor gandum dari Januari-Juni 2018 yang mencapai 4,53 juta ton dengan nilai US$1,13 miliar.

"Mahalnya harga gandum ini membuat harga pakan tidak terkendali di sepanjang tahun ini. Yang pada akhirnya membuat harga daging ayam dan telur pun melaju kencang," tegasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya