Tetap Agresif, Kenaikan Suku Bunga BI Masih Akan Terjadi
- VivaNews/ Nur Farida
VIVA – Bank Indonesia memastikan, kenaikan suku bunga acuan BI-7 day reverse repo rate masih berlangsung ke depannya. Hal ini sebagai upaya BI mengimbangi kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat, Fed Fund Rate yang hingga 2019, diperkirakan masih mengalami kenaikan dua kali lagi.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Mirza Adityaswara mengungungkapkan, sikap hawkish atau agresif masih dipertahankan, lantaran tren kenaikan suku bunga acuan masih terjadi di negara-negara lain, terutama yang dipicu oleh kenaikan suku bunga acuan The Fed yang kemudian turut diikuti oleh bank sentral negara-negara tetangga Indonesia lainnya.
"Tingkat suku bunga, karena AS masih naikkan suku bunganya hingga 3,25 persen (pada 2019) dan negara-negara tetangga, sehingga BI harus a head the curves, kami masih harus hawkish," katanya di Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis 13 September 2018.
Dia pun menjelaskan, kenaikan atas respons naiknya suku bunga acuan AS tersebut, bukan hal yang terjadi baru-baru ini saja, melainkan sejak 2013 dilakukan BI, saat Amerika Serikat memberikan sinyal melakukan pengetatan likuiditas dan menaikkan suku bunga acuannya pada 2015.
"Pada saat kita harus mengendalikan current account deficit dan harus mengendalikan inflasi pada saat itu, maka kita naikkan suku bunga. Kemudian, menurunkan suku bunganya itu adalah periode 2016-2017, pada waktu itu menurunkan suku bunga," tuturnya.
Selain kenaikan suku bunga AS yang diiringi pengetatan likuditasnya, Mirza juga mengatakan, pada semester II-2019, pasar keuangan juga memperkirakan Bank Sentral Eropa akan juga melakukan pengetatan likuiditas, sambil menaikkan suku bunga acuannya, begitu juga dengan Bank Sentral Jepang.
Sehingga, kemungkinan kenaikan suku bunga acuan bank sentral di negara-negara emerging diperkirakannya masih akan terjadi hingga 2019. Dengan begitu, ditegaskannya, BI akan mengimbangi hal tersebut supaya pasar keuangan domestik masih tetap menarik bagi investor global.
"Kita semua menunggu bagaimana sinyal European Central Bank kapan mereka kurangi likuditasnya dan pasar perkirakan, eropa akan menaikkan suku bunga itu di semester II-2019. Tetapi, berdasarkan pengalaman kenaikan suku bunga AS lebih berpengaruh terhadap emerging market dibandingakan European Central Bank atau Bank of Japan," ujarnya. (asp)