Fakta-fakta Pelemahan Rupiah Jauh dari Krismon 98

Dolar AS dan rupiah.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA – Nilai tukar rupiah melemah ke level terendahnya dalam tiga tahun terakhir dan mendekati nilai rupiah saat krisis moneter 1998. Bahkan, hingga hari ini rupiah masih bertengger di level Rp14.800 per dolar AS.

Dibuka Menguat, Rupiah Berpotensi Melemah Imbas Ketegangan Rusia-Ukraina

Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), Selasa 4 September 2018, rupiah per dolar AS dibanderol Rp14.840. Melemah dibanding perdagangan awal pekan, yang dibanderol rata-rata antar bank senilai Rp14.767 per dolar AS.  

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance atau Indef, Bhima Yudhistira Adhinegar mengungkapkan, kondisi pelemahan yang terjadi hari ini dengan yang terjadi pada saat krisis 1998, memiliki kondisi yang sedikit berbeda.

Rupiah Loyo Pagi Ini, Nyaris Tembus Rp16 Ribu per Dolar AS

Dia menjelaskan, meskipun sama-sama dipicu krisis mata uang negara berkembang. Di mana tahun 1998 dimulai dari Thailand, kemudian ke Indonesia dan di 2018 dimulai dari Turki, Argentina dan merembet ke negara berkembang lain termasuk Indonesia. Namun, dari kesiapan Indonesia menghadapi krisis dikatakannya terlihat sudah sangat siap dan baik, hal itu salah satunya dibuktikan dengan perbaikan rating utang yang signifikan dari lembaga rating internasional.

"Tahun 1998 rating Fitch anjlok hingga B- dengan outlook Negatif. Tahun 2018 per September Fitch memberikan rating utang BBB dengan outlook Stabil," ujar dia saat dihubungi VIVA, Selasa 4 September 2018.

Rupiah Dibuka Menguat di Level Rp15.842 per Dolar AS

Selain itu, lanjut dia, kinerja pertumbuhan ekonomi 1998 juga merosot ke negatif 13,6 persen. Sedangkan saat ini pertumbuhan ekonomi berada di 5,2 persen per kuartal II-2018. Inflasi pun dikatakannya sempat naik hingga 77 persen saat krisis moneter atau krismon. Sedangkan sekarang cukup stabil di bawah 3,5 persen.

"Pelemahan kurs rupiah belum terlihat dampaknya pada Agustus 2018 yang justru mencatat deflasi," tuturnya.

Adapun dari sisi cadangan devisa, dia mengungkapkan, pada 1996 sebelum krisis, berada di angka US$18,3 miliar. Sementara itu, saat ini cadangan devisa di kisaran US$118,3 miliar.

Karena itu, kata dia, kemampuan BI untuk intervensi rupiah melalui cadangan devisa jauh di atas kemampuan tahun 1996 sebelum menghadapi krisis.

"Meskipun beberapa indikator menunjukkan perbaikan. Tapi kita harus mewaspadai defisit transaksi berjalan yang menembus 3 persen pada kuartal II-2018. Negara dengan defisit transaksi berjalan sangat rentan terpapar krisis ekonomi. Turki dan Argentina kedua nya memiliki defisit transaksi berjalan yang cukup lebar," tegas Bhima.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya