OJK Bongkar Kasus Penggelapan Miliaran Rupiah Dana BPR MAMS di Bekasi

Otoritas Jasa Keuangan.
Sumber :
  • Lilis L/VIVA.co.id

VIVA – Otoritas Jasa Keuangan mengungkap kasus tindak pidana perbankan yang dilakukan komisaris Bank Perkreditan Rakyat Multi Artha Mas Sejahtera atau MAMS di Bekasi berinisial H. Nilai uang yang diselewengkan untuk kepentingan pribadi sebesar Rp6,28 miliar.

Siap-siap, OJK Bakal Cabut Lagi Izin BPR Bermasalah Sampai Akhir 2024

Kepala Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan Rokhmad Sunanto menjelaskan, temuan kasus ini berawal dari pengawasan OJK terhadap BPR MAMS. Temuan ini ditindaklanjuti satuan kerja penyidikan dan masuk kategori tindak pidana perbankan.

"Pada 2013, komisaris BPR MSMA sudah punya niat jahat, membuka rekening pribadi di BCA tahun 2013. Dengan adanya rekening pribadi dia perintahkan direktur operasional pindahkan rekening atas nama bank ke rekening pribadi supaya lebih besar tabungannya," kata Rokhmad di kantor OJK, Jakarta, Selasa 21 Agustus 2018.

OJK Resmi Larang BPR Dimiliki Kepala Daerah, Ini Alasannya

Ia melanjutkan, H berargumentasi pada bawahannya dengan alasan rekening BPR-nya berstatus giro. Jadi, agar hasilnya lebih besar ditransfer ke rekening pribadi.

"Sementara itu, pengawasan perbankan di OJK temukan kesalahan kejanggalan tersebut. Kok, ada transfer padahal enggak boleh. Harus gunakan rekening perusahaan, enggak boleh rekening pribadi. Mereka tetap gunakan rekening pribadi," tambahnya. . 

OJK Cabut 15 Izin Usaha BPR-BPRS Sepanjang 2024

Ia mengatakan, BPR MSMA sudah diperintahkan OJK agar menutup rekening pribadi. Tapi perintah itu tak dijalankan. Dalam tahap ini, OJK berupaya melakukan pembinaan.

"Ada departemen pengawasan di bidang perbankan. Jangan sampai dengan adanya proses hukum, bank akan berpengaruh pada keuangan perekonomian negara. Supaya sehat dan rakyat tak dirugikan. Yang dilindungi industri dan masyarakat," ungkapnya.

Ia melanjutkan, setelah tahapan pembinaan, rekening pribadi yang mendapat transferan dari rekening BPR tak juga ditutup. Masalah ini pun masuk tahap penyidikan pada 2016.

"Secara berangsur-angsur masuk ke rekening pribadi uang sampai Rp5 miliar. Kemudian ada juga 4 cek dari giro. Ada pelunasan kredit dari nasabah sebesar Rp500 juta disuruh dimasukkan ke rekening tadi. Ditambah, dia menjual mobil inventaris perusahaan dua unit senilai Rp300 juta. Sehingga total kerugian sebesar Rp6,280 miliar," ujarnya. 

Ia menjelaskan, ternyata uang dan aset tersebut diakui H digunakan untuk kepentingan pribadi. H memiliki perusahaan kontraktor properti. Mungkin, maksud awalnya ingin berhutang atau pinjam dulu. Tapi tak mampu mengembalikannya.

"Kesalahannya langgar pasal 49 ayat 1 huruf A dan B UU tentang perbankan. Ancaman hukumannya minimal lima tahun. Sudah diproses hukum, sudah P21 oleh jaksa penuntut umum 9 juli 2018. Lalu tersangka pergi ke Sorong. Tanggal 16 Agustus ditangkap dan 21 Agustus diserahkan dan barang bukti di kejaksaan agung, dan dinyatakan selesai," tambahnya. 

Ia menjelaskan, OJK juga akan melimpahkan kasus ini untuk menelusuri aset ke Tindak Pidana Pencucian Uang Bareskrim Polri. Bila ada rumah, alat berat, rekening atau aset lainnya akan disita.

"Lembaga Penjamin Simpanan yang akan menangani kerugian masyarakat dan nasabah," ungkapnya. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya