Mengintip Ekspansi Bisnis Emiten Sektor Telekomunikasi

Pengecekan salah satu perangkat Base Transceiver Station (BTS) milik operator seluler.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Dewi Fajriani

VIVA – Masuk ke paruh kedua 2018, kinerja keuangan emiten telekomunikasi masih dibayang-bayangi oleh regulasi terkait registrasi prabayar yang beberapa waktu lalu diterapkan oleh pemerintah. Namun, aturan tersebut dinilai tidak menyurutkan beberapa emiten telekomunikasi untuk terus melakukan ekspansi jaringannya.

Menerapkan Standard Baru Layanan Pascabayar di Indonesia

Analis saham dari Bahana Sekuritas Andri Ngaserin menjabarkan, berdasarkan dari laporan keuangan yang dipublikasikan emiten telekomunikasi, PT Telkom Tbk, melalui anak usahanya Telkomsel tercatat paling gencar membangun jaringan telekomunikasi khususnya broadband

Fakta tersebut terlihat dari jumlah Base Transceiver Station (BTS) on air mereka yang meningkat 19.9 persen dari sebelumnya 147 juta menjadi 176 juta. Emiten lain yang rajin membangun BTS adalah XL Axiata Tbk yang meningkatkan jumlah pembangunan BTS mereka dari 94 juta menjadi 112 juta.

Bos Indosat Pamer Filosofi Gotong Royong ke Jensen Huang

Fitch Ratings juga mencatat kebutuhan akan broadband di Indonesia sangatlah tinggi. Dengan tingginya kebutuhan broadband membuat operator telekomunikasi getol menggelontorkan belanja modal atau capital expenditure (Capex). Fitch mencatat, rata-rata capex kedua operator itu untuk penggembangan jaringan sebesar 20 persen dari pendapatan mereka.

Menurut Andri wajar saja operator mengeluarkan banyak banyak dana untuk melakukan investasi untuk menggembangkan layanan data dan digital. Ini disebabkan broadband akan menjadi tulang punggung pendapat emiten telekomunikasi ke depan. 

Indosat Beber Kehebatan 3 Platform di Depan Bos NVidia Jensen Huang

“Nantinya investor hanya akan melirik emiten telekomunikasi yang memiliki  komposisi pendapatan data terbesar. Laba bersih Telkom yang mengalami penurunan dikarenakan Telkom dan Telkomsel melakukan investasi yang sangat besar di broadband,”terang Andri dikutip dari analisanya, Kamis 9 Agustus 2019. 

Dari data laporan keuangan Telkom disebutkan bahwa digital Telkomsel mengalami kenaikkan sangat signifikan yaitu 17.5 persen. Jumlah tersebut memegang kontribusi 49.7 persen dari total pendapatan Telkomsel. Padahal di tahun lalu digital bisnis hanya memegang 39.3 persen dari total revenue Telkomsel.

Beberapa waktu yang lalu emiten telekomunikasi masih melakukan perang harga di layanan data dan legacy. Tetapi dalam dua bulan terakhir ini Andri melihat perang harga sudah mulai berkurang. 

Dia pun berharap emiten telekomunikasi tidak lagi melakukan perang harga untuk mendapatkan pelanggan. Jika para operator konsisten untuk tidak melakukan perang harga lagi, margin dan kinerja keuangan mereka akan pulih pada akhir tahun ini.

Dari 3 emiten telekomunikasi yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, Telkom melalui Telkomsel masih memiliki average revenue per user (ARPU) terbaik yaitu Rp41 ribu. Sementara XL memiliki ARPU Rp34 ribu. Sedangkan Indosat memiliki ARPU Rp12 ribu.

Dengan mereka tidak melakukan perang harga diharapkan industri telekomunikasi menjadi lebih sehat. Andri pun berharap tarif data tidak jor-joran lagi. 

Dia pun menilai jika harga layanan data dinaikkan 10-20 persen dapat membantu memenuhi komitmen pembangunan, memperbaiki kinerja keuangan emiten telekomunikasi. Serta menjaga kualitas serta layanan kepada konsumennya. 
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya