Pembelian Sukhoi RI dari Rusia Dipermasalahkan AS
- ANTARA FOTO/Siswowidodo
VIVA – Kementerian Perdagangan mengungkapkan, proses imbal beli antara pemerintah Indonesia dan Rusia terkait pembelian 11 pesawat Sukhoi SU-35 harus mengalami gangguan akibat adanya tekanan dari Amerika Serikat.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Oke Nurwan, mengatakan, pembelian melalui skema imbal beli senilai US$1,14 triliun itu pada dasarnya telah disepakati Rusia pada pertengahan tahun lalu. Sebagai gantinya, Rusia diwajibkan membeli komoditas dari dalam negeri senilai 50 persen dari total pembelian senjata tersebut, atau senilai US$570 juta atau sekitar Rp7,69 triliun.
"Rusia berkenan, tapi di tengah jalan AS mulai cari-cari mengancam sawit, kalau kita transaksi dengan Rusia ada ancaman lain, sehingga kita diplomasi itu," ujar Oke di Gedung Direktorat Jendral Bea dan Cukai, Selasa, 7 Agustus 2018.
Oke mengatakan, adapun daftar produk-produk yang rencananya akan dibeli Rusia pada waktu itu di antaranya adalah karet, kopi, teh hingga kelapa sawit. Namun, menjadi terkendala akibat adanya tekanan AS tersebut.
Meski begitu, Oke menegaskan, model perdagangan imbal beli tersebut menjadi salah satu bentuk perdagangan yang baik untuk Indonesia. Sebab, model perdagangan tersebut dikatakannya akan memicu produk-produk pelaku ekspor industri domestik.
"Juga mewujudkan ekspor berkelanjutan serta pasar-pasar baru melalui perjanjian kerja sama perdagangan, skema-skema perdagangan salah satunya dengan skema imbal beli. Bukan barter, tapi kita beli, dia wajib beli produk kita. Jadi kita beli, negara lain harus beli. Nanti mungkin skema ini bisa dimanfaatkan pelaku ekspor kita," papar dia.
Karena itu, dia menegaskan, harus ada peningkatan penerapan skema tersebut dalam perdagangan lain. Khususnya terhadap produk migas yang impornya tergolong masih sangat tinggi di Indonesia.
"Kenapa tidak kita imbal belikan, dengan negara yang kita beli migasnya, dengan mewajibkan (imbal beli)," ujar Oke.