Alasan Dirjen Minerba Kenapa RI Tak Ambil Alih Freeport Tahun 2021

Wilayah pertambangan terbuka Freeport di Timika, Papua.
Sumber :
  • ANTARA/Muhammad Adimaja

VIVA – Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono membeberkan beberapa alasan Pemerintah justru memilih divestasi saham ketimbang mengambil alih tambang PT Freeport Indonesia di Papua yang kontraknya habis pada tahun 2021. 

Jadi Tulang Punggung Hilirisasi, Simak Rincian Kinerja Keuangan Grup MIND ID di Kuartal III-2024

Bambang mengakui banyak orang yang bertanya-tanya kenapa tidak ditunggu saja ketika kontrak PT Freeport Indonesia yang habis tahun 2021.

"Orang-orang selalu bertanya kenapa kok tidak ditunggu pada 2021. Di 2021 itu tidak selesai pak," kata Bambang dalam sebuah diskusi Ngobrol @Tempo di Hotel JS Luwansa Kuningan, Jakarta, Senin 6 Agustus 2018. 

Linde Umumkan Mulai Pasok Gas Indusri ke Smelter Freeport Indonesia

Ia pun menjelaskan, pada pasal 31 Kontrak Karya yang ditandatangani PT Freeport Indonesia pada tahun 1991 itu menyatakan, perusahaan dapat mengajukan perpanjangan 2 x 10 tahun.  Pemerintah disebutkan tidak dapat menahan atau menunda tanpa alasan yang kuat. 

"Kalau pengertiannya begitu, ada dua pengertian, yang satu Freeport menganggap bahwa 2 x 10 itu adalah dia mendapatkan itu sebagai hak. Tapi pemerintah menganggap 2021 itu boleh saja, tapi akhirnya terjadi dispute. Kalau dispute di dalam pasal lain di ketentuan settlement of dispute itu bisa dia pergi ke arbitrase," katanya. 

Selamatkan Devisa Ratusan Triliun, Freeport dan Antam Teken MoU Jual-Beli Emas 30 Ton Per Tahun

Di Arbitrase, lanjut Bambang, Pemerintah bisa saja kalah dan juga bisa menang. Namun, permasalahannya, ungkap dia, tambang di Papua itu tidak boleh berhenti secara operasional lantaran biaya untuk recovery-nya membutuhkan waktu yang cukup lama dan biaya yang sangat mahal. 

"Karena Recovery itu coba bayangkan saja, terowongannya panjang sekali itu bahkan ratusan kilo meter. Apakah nanti penyangganya akan runtuh dan sebagainya, mesti itu dispute di arbitrase tidak selesai 1 tahun 2 tahun. Bisa cepat bisa lambat," katanya. 

Meskipun berpotensi bisa menang, Ia mengatakan, itu akan memakan waktu yang cukup lama. "Nah oleh karena itu kalau masalah teknis ini bisa kalah bisa menang, tapi itu mesti take time," ujarnya. 

Ia melanjutkan dari sisi sosial juga akan bermasalah, di mana dampak sosialnya adalah 95 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Mimika disumbang oleh Freeport Indonesia dan itu juga menyumbang 30 hingga 40 persen PDRB Papua. 

"Kemudian tenaga kerjanya ada 30 ribu orang. Hitung-hitungan kita adalah bagaimana selanjutnya. Kedua, Kalau pun itu disetop, itu kita tidak otomatis kita mendapatkan aset itu semua," katanya. 

Ia melanjutkan, memang dalam waktu 180 hari setelah tambang tersebut dikuasai pemerintah maka aset itu harus ditawarkan ke Pemerintah. 

"Memang ditawarkan ke Pemerintah, tapi ada harganya juga.  Memang menyingkirkan itu artinya tambang ini mesti berhenti," katanya. 

Untuk itu, Bambang menyatakan, siapa pun yang memiliki atau melakukan operasional, tambang tersebut tidak boleh berhenti. 

"Karena terowongan yang jauh ada ventilasi dan macam-macam lah. Saya kira semua orang tambang bisa mengetahui itu. Tetapi silahkan saja kalau ingin mereview itu, Yang jelas itu mungkin luar biasa, saya kira biayanya besar untuk merecovery dan tidak bisa sebentar," ujarnya. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya