Indonesia Dinilai Susah Jadi Negara Maju Karena Minim Lahan Pertanian
- ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
VIVA – Ketua Dewan Pakar Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Agus Pakpahan menilai, tren kondisi pertanian di Indonesia cenderung terus menurun jika dibandingkan negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, maupun Korea.
Dia mengungkapkan tren tersebut terlihat dari bagaimana luas lahan yang dimiliki di Indonesia cenderung terus menurun jika dibandingkan di negara-negara maju. Di Amerika Serikat, dikatakannya 1 orang petani memiliki lahan rata-rata seluas 200 hektare sedangkan di Indonesia 200 hektare dimiliki oleh ribuan orang.
"Jumlah petani di negara-negara maju menurun, tidak sampai 2 juta orang mungkin di AS, tetapi luas lahannya meningkat, rata-rata 200 hektare. Jadi, 200 hektare di kita untuk 1.000 orang di sana 1 orang 200 hektare," ujarnya dalam diskusi HKTI dengan tema Tantangan Pertanian Indonesia 5 Tahun ke Depan, Jakarta, Kamis 2 Agustus 2018.
Dia menjelaskan, menyusutnya luas lahan pertanian di Indonesia itu disebabkan karena setiap penurunan satu persen kontribusi sektor pertanian terhada PDB, tidak diiringi pengurangan penyerapan tenaga kerja pertanian ke sektor lain. Sedangkan, di negara-negara maju justru sebaliknya.
"Setiap penurunan satu persen kontribusi pertanian terhadap PDB hanya menurunkan 0,5 tenaga kerja. Di Korea Selatan itu, satu persen diikuti penurunan dua persen lebih keluar pertanian, Jepang, AS juga begitu, sebabkan luas areal padi membesar. Sehingga bagaimana kita dorong," ucap dia.
Senada, Kepala Pusat Kajian Ekonomi Kerakyatan Fakultas Ekonomi UGM juga menilai, perkembangan sektor pertanian di Indonesia tidak mampu mengiringi perkembangan sektor industri lainnya. Padahal, negara-negara maju yang memiliki kemajuan perindustrian yang pesat justru diiringi dengan perkembangan pertaniannya.
"Karena pertaniannya subur bukan karena industrinya yang maju. Tanpa pertanian manusia enggak bisa hidup. Mensejahterakan petani itu tujuannya ke situ. Kita harus mindset dulu bahwa tidak ada pembangunan tanpa pertanian. Di mulai dari petani itu sendiri," tegas dia.
Karena itu dia menegaskan, instrumen-instrumen yang dimiliki pemerintah itu harus diakomodir untuk memajukan petaninya itu sendiri. Tidak hanya untuk membangun desa dari segi infrastrukturnya saja.
"Jadi bangun manusianya dulu. Setelah manusianya baru usahanya, baru lembaganya, baru prasarananya. Jadi tujuannya mensejahterakan petani. Itu hanya bisa dilakukan dengan pendampingan oleh pemerintah, dengan cinta ke petaninya," ujarnya.