Alasan Menkeu Perbarui Aturan Terkait Tarif PNBP
- ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
VIVA – Pemerintah kembali memperbarui regulasi Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNBP melalui revisi Undang-undang Nomor 20 tahun 1997 yang telah berlaku selama kurang lebih 21 tahun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, UU PNBP yang lama ini memberikan kontribusi dalam pembangunan nasional, baik dalam fungsi anggaran dan regulasi. Namun, ada beberapa permasalahan dan tantangan, serta perlunya penyesuaian terhadap kondisi saat ini untuk pengelolaan PNBP.
“Peranan dari PNBP, makin hari makin penting, karena banyak sekali memiliki dimensi tidak hanya dari sisi penerimaan negara, tetapi juga dari sisi ekonomi sosial dan bahkan politik,” ujar Sri di kantornya, Jumat 27 Juli 2018.
Karena itu, lanjut dia, pemerintah berinisiatif untuk merevisi undang-undang tersebut. Selain itu, undang-undang ini juga dinilai banyak yang bertentangan dengan Undang-undang Keuangan Negara.
"Ada kesulitan dari sisi konsistensinya antara Undang-undang PNBP, dengan Undang-undang Keuangan Negara yang merupakan undang-undang induk di dalam pengelolaan keuangan negara," ujarnya.
Adapun beberapa penyempurnaan pokok yang akan memberikan keuntungan dalam Rancangan Undang-Undang Penerimaan Negara Bukan Pajak (RUU PNBP) adalah pengelompokkan objek, pengaturan tarif, tata kelola, pengawasan, dan hak wajib bayar.
“Pertama, objek PNBP dikelompokkan dalam enam klaster, yaitu pemanfaatan sumber daya alam, pelayanan, pengelolaan kekayaan negara dipisahkan, pengelolaan barang milik negara, pengelolaan dana, dan hak negara lainnya,” ungkapnya.
Menurut dia, pengelompokan tersebut dapat digunakan sebagai pedoman untuk menetapkan jenis dan tarif PNBP guna mengoptimalkan penerimaan negara yang berasal dari PNBP dengan tetap memperhatikan karakteristik masing-masing objek PNBP, prinsip keadilan, dan menjaga kualitas layanan pada masyarakat.
Selanjutnya, dalam aturan baru tersebut juga memuat pengaturan tarif PNBP dengan mempertimbangkan dampak pengenaan tarif terhadap masyarakat, dunia usaha, pelestarian alam dan lingkungan, sosial budaya, serta aspek keadilan, termasuk penguatan landasan hukum.
“Pemerintah menjadi punya landasan hukum untuk memberikan tarif 0 persen PNBP untuk kondisi tertentu,” jelas dia.
Adapun pengenaan tarif 0 persen dalam PNBP dalam peraturan baru tersebut diberikan untuk masyarakat tidak mampu, pelajar ataupun mahasiswa, penyelenggaraan kegiatan sosial, UMKM, kegiatan keagamaan, kegiatan kenegaraan, dan keadaan di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar.
Di samping itu, lanjutnya, penetapan jenis dan tarif PNBP memungkinkan dilakukan dengan Peraturan Menteri Keuangan. "Khususnya untuk tarif atas layanan PNBP yang bersifat dinamis, dalam rangka menjaga kualitas pelayanan dan untuk percepatan penyesuaian terhadap nilai wajar dan harga pasar," kata dia.
Revisi peraturan baru tersebut juga memuat penyempurnaan tata kelola PNBP antara lain untuk pengaturan kewajiban Instansi Pengelola PNBP untuk melakukan verifikasi dan pengelolaan piutang, serta pemanfaatan teknologi dalam rangka pengelolaan PNBP untuk peningkatan layanan dan efisiensi.
Hal lain yang diatur dalam revisi UU PNBP adalah penguatan fungsi pengawasan yang dilaksanakan dengan melibatkan aparat pengawas internal pemerintah, sehingga dapat meminimalkan pelanggaran atas keterlambatan atau tidak disetomya PNBP ke kas negara.