BNI Akui Berat Bersaing dengan Bank Asing Biayai Freeport

Gedung BNI di Jakarta
Sumber :
  • VIVAnews/Fernando Randy

VIVA – Direktur Utama PT Bank Nasional Indonesia, Achmad Baiquni, mengaku pesimis bisa melanjutkan rencana pemberian pinjaman pendanaan bagi PT Indonesia Aluminium Asahan atau Inalum untuk membeli saham divestasi PT Freeport Indonesia atau PTFI yang sebesar US$3,85 miliar.

Linde Umumkan Mulai Pasok Gas Indusri ke Smelter Freeport Indonesia

Baiquni menjelaskan, hal itu disebabkan karena banyak perbankan asing yang siap menawarkan pinjaman dengan suku bunga yang lebih rendah kepada Inalum. Hal inilah yang dikatakannya menyulitkan BNI untuk bersaing.

Meski begitu, Baiquni juga mengaku, terkait suku bunga yang diinginkan masih dalam perundingan atau tawar-menawar antara Inalum dengan perbankan.

Selamatkan Devisa Ratusan Triliun, Freeport dan Antam Teken MoU Jual-Beli Emas 30 Ton Per Tahun

"Awalnya kan kita ingin masuk, tapi ya tentunya kita lihat terms notenya seperti apa. Nah kita melihat seperti ini, kalau kita harus bersaing dengan yang bank asing biasanya kan bank asing suku bunganya cukup menarik. Kalau kita rasa-rasa nya sih untuk bersaing dengan mereka agak cukup berat juga," ucap dia di Gedung BNI, Jakarta, Rabu 18 Juli 2018.

Di sisi lain, Baiquni juga mengatakan, kecenderungan untuk pengurungan niat melakukan pembiayaan itu juga didorong karena pinjaman yang dalam bentuk dolar. Sedangkan, dikatakannya, cadangan BNI dalam bentu valas juga terbatas.

Ungkap Penambahan 10 Persen Saham RI di Freeport Berpotensi Gratis, Bahlil: Hasil Lobi

"Ya itu juga salah satu pertimbangan kita, karena dengan dana dolar kita yang sangat terbataskan kita juga tetap mesti melihat ya, ternyata masih juga potensi-potensi kita menyalurkan kredit dengan suku bunga yang masih lebih menarik kenapa kita enggak pilih yang itu," ungkapnya.

Di tambah, lanjut Baiquni, tidak adanya kewajiban yang diberikan pemegang saham, dalam hal ini pemerintah, untuk membiayai pendanaan Inalum itu sendiri, melainkan diberi kebebasan maupun keluasaan untuk ikut membiayai atau tidak.

"Karena Inalum sendiri mampu mencari funding itu sendiri. Hanya karena semangatnya sinergi BUMN biasanya dia memproritaskan, tapi tetap ujung-ujungnya pertimbangannya buat Inalum adalah costnya juga buat mereka. Kalau terlalu tinggi tentunya dia tidak akan memprioritaskan bank-bank BUMN untuk masuk," tegasnya.

Direktur Bisnis Korporasi Putrama Wahju Setyawan menambahkan, angka yang pernah dipersiapkan sebesar US$500 juta bukan merupakan angka baku yang tengah dipersiapkan melainkan angka indikasinya.

Sehingga, bila term sheet, jangka waktu pengembalian hingga suku bunganya tidak cocok, maka BNI akan menarik diri dari pembiayaan Inalum.

"Iya, kan masih dalam tahap awal, tahap diskusi, biasa kita berikan ke calon nasabah indikatif, kira-kira range masuk berapa, struktur bagaimana, ini kan diskusi terus, kalau enggak cocok nanti dikejar kok nim (net interest margin) nya turun," paparnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya