Saham Bank BUMN Masih Menarik Dikoleksi, Ini Penjelasannya
- ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
VIVA – Sejumlah analis menilai harga saham perusahaan perbankan BUMN saat ini masih menarik untuk dikoleksi. Meskipun terjadi koreksi yang terjadi beberapa akibat sejumlah faktor global
Head of Research Sinarmas Sekuritas, Evan Lie Hadiwidjaja mengatakan, penurunan harga saham perbankan saat ini dipicu adanya tekanan dari kenaikan suku bunga, nilai tukar terhadap dolar AS yang cenderung melemah, dan kepastian dari perang dagang di mana bank sebagai sektor dengan kapitalisasi terbesar ikut terkena dampaknya.
“Akan tetapi seiring dengan koreksi dari awal tahun, nilai valuasi sekarang sangat attractive, dan juga kami berharap pertumbuhan kredit akan membaik apabila dilihat dari tingkat konsumsi selama Lebaran dan maraknya event-event sepanjang tahun yang dapat mendukung konsumsi seperti Pilkada, Piala Dunia, Asian Games, dan kampanye Pilpres yang dimulai akhir tahun ini,” ujar Evan dikutip dari keterangannya, Senin 9 Juli 2018.
Sementara itu Financial Expert dari Universitas Prasetya Mulya Lukas Setia Atmaja menjelaskan, untuk jangka panjang saham perbankan selalu prospektif termasuk juga BBTN.
Penurunan saham perbankan setidaknya terjadi karena tiga hal. Yakni karena tahun lalu harga saham bank BUMN sudah naik tinggi. Kemudian adanya kondisi ekonomi seperti perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang bisa menimbulkan resesi.
“Dan yang tidak kalah pentingnya adalah kenaikan suku bunga,” ungkapnya.
Lebih lanjut, secara fundamental saham perbankan masih bagus seperti terlihat pada laporan keuangan kuartal I-2018 dan secara valuasi pun masih sangat menarik untuk dikoleksi jangka panjang. Namun karena pelemahan rupiah, investor asing banyak keluar dan menjual saham-saham blue chip yang sebagian besar adalah saham bank BUMN.
“Investor yang punya dana berlebih bisa masuk secara bertahap,” tegasnya.
Sementara itu Pengamat Pasar Modal, Edwin Sinaga menilai prospek saham perbankan khususnya bank BUMN masih menarik untuk dikoleksi. Sebab, fundamental bank BUMN secara umum masih solid dan penurunan harga sahamnya di pasar lebih dikarenakan sentimen eksternal.
"Penurunan saham yang terjadi saat ini di luar fundamental bank itu sendiri. Jika dilihat secara harga pun sebenarnya sudah sangat menarik," urainya.
Edwin menegaskan salah satu saham perbankan yang layak dikoleksi adalah saham PT Bank Tabungan Negara dengan kode saham BBTN. Hal ini dikarenakan bank tersebut sangat diuntungkan dengan adanya relaksasi aturan uang muka atau loan to value (LTV) yang diterbitkan Bank Indonesia (BI).
"Pangsa pasar rumah subsidi juga saat ini masih banyak peminatnya. Jadi kinerja BBTN masih ditunjang oleh permintaan yang tinggi dari rumah menengah bawah khususnya KPR bersubsidi," terangnya.
Selain itu Evan Lie mengatakan, dengan harga saat ini, price to book value (PBV) BBTN sudah sangat rendah hanya 1,2X P/BV. Atau setingkat seperti sebelum program satu juta rumah digulirkan. Dengan demikian, target harga saham BBTN hingga akhir 2019 bisa mencapai Rp3.475 per saham.
“Kami melihat program satu juta rumah akan sangat menguntungkan dan mendorong peningkatan pendapatan,” tambahnya.
Menurut Evan, untuk tahun ini pihaknya memprediksi laba bersih emiten Bursa Efek Indonesia berkode saham BBTN ini akan mencapai Rp3,3 triliun yang didorong oleh pendapatan bunga bersih senilai Rp10,26 triliun. Sedangkan untuk total kredit pada tahun 2018 akan mencapai Rp236,5 triliun, Dana Pihak Ketiga (DPK) Rp234,24 triliun, NIM 3,6 persen dan NPL gros 2,6 persen.
“Kami rekomendasikan beli (buy) untuk saham BBTN hingga akhir 2019 dengan target harga (TP)Rp3.475 yang didukung ekspansi kredit yang kuat dan valuasi yang rendah,” ujarnya.