Para Menteri Persiapkan Diri Hadapi Perang Dagang dengan AS
- Anwar Sadat/ VIVA.co.id
VIVA – Rencana Amerika Serikat meninjau ulang pemberian Generalized System of Preferences (GSP) kepada Indonesia, dianggap mengancam komiditas perdagangan Indonesia di negeri Paman Sam itu.
Minggu sore hingga malam, 8 Juli 2018, sejumlah menteri berkumpul untuk rapat di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian. Hadir dalam pertemuan tersebut Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, Menlu Retno Marsudi, Menkeu Sri Mulyani, Kepala BKPM Thomas Lembong, Menteri ESDM Ignatius Jonan, Menteri Pariwisata Arief Yahya, dan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita.
Usai rapat, Menko Perekonomian Darmin Nasution mengaku belum bisa memberikan penjelasan terkait perang dagang yang dimaksud tersebut. "Kami sidang kabinet dulu besok. Belum bisa menjelaskan, tapi kami sudah membahas kepentingan beberapa kementerian yang langsung terkait," kata Darmin, usai rapat di kantornya, Minggu malam.
Para menteri tersebut menyampaikan usulan apa saja nantinya yang akan dibawa ke dalam rapat kabinet bersama Presiden Joko Widodo. Rencana rapat dilakukan pada Senin pagi, 9 Juli 2018.
Dengan peninjauan GSP yang diberikan AS ke Indonesia itu, akan berdampak pada semakin besarnya bea masuk barang-barang Indonesia ke negara tersebut. Darmin juga belum mau berkomentar, bagaimana nasib perdagangan ke depannya. "Jangan saya ngomong dulu deh substansinya," elak Darmin.
Di tempat yang sama, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan, menjelaskan dengan peninjauan GSP terhadap Indonesia itu, akan berdampak besar pada produk-produk ekspor ke sana selama ini. "Yang jelas akan dampak ke kita. Produk kita jadi kurang kompetitif," katanya.
Hal itu disebabkan, harga produk akan naik. Mengingat bea masuk juga tinggi, jika memang pemerintah AS mencabut pemberian GSP terhadap Indonesia. "Angkanya jelas yang kena GSP itu 10 persen dari produk kita," katanya. (ase)