Lifting Migas Semester I-2018 Meleset dari Target APBN

Ilustrasi pengeboran minyak.
Sumber :
  • reuters

VIVA – Realisasi lifting minyak dan gas bumi sepanjang semester I mencapai sebesar 1,923 juta setara barel minyak per hari atau disingkat boepd. Capaian ini meleset dari target APBN 2018, atau sekitar 96 persen dari APBN yang sebesar dua juta boepd.

Sah! Djoko Siswanto Gantikan Dwi Soetjipto Jadi Kepala SKK Migas, Intip Rekam Jejaknya

Jika dirinci, realisasi lifting minyak bumi tercatat sebesar 771 ribu barel per hari (bopd) atau 96 persen dari target. Sementara itu, realisasi lifting gas bumi tercatat sebesar 1,152 juta boepd atau 96 persen dari target yang sebesar 1,2 juta boepd.

Kepala SKK Migas, Amien Sunaryadi mengungkapkan, penyebab penurunan lifting minyak sendiri adalah lapangan migas yang dibor sudah cenderung tua.

Pemasok Gas Terbesar di Jatim, HCML Dianugerahi Outstanding Empowerment Energy Resilience

"Kalau minyak kan ini ada lapangan tua, lapangan tua kan decline. Sumur itu, pasti produksinya decline (menurun). Untuk tidak decline, maka harus melakukan pengeboran baru," kata Amien di kantor SKK Migas, Jakarta, Jumat 6 Juli 2018.

Sementara itu, Amien juga mengakui, kinerja eksplorasi dan eksploitasi migas memang tidak sesuai dengan target. Dia menyebutkan, untuk sumur eksplorasi ditajak 11 sumur dari rencana 104 sumur atau terealisasi sekitar 10 persen. Sumur pengembangan dari rencana 289 sumur yang dibor hanya terealisasi 45 persen atau 129 sumur.

ESDM Setujui Rencana Pengembangan 3 Wilayah Kerja Hulu Migas Senilai Rp 280 Triliun

"Ada yang ngebor dan bebasin tanah untuk jalankannya terhambat. Ada yang mau ngebor izin dari sananya terhambat," ujarnya.

Sementara itu, dia menjelaskan alasan tidak tercapainya target lifting gas bukan hanya dari hulunya saja. Melainkan ada penyebab dari sisi konsumer atau komersial.

"Jadi, misalnya gas sudah ada siap deliver, tetapi pembeli tidak ada. Kalau seperti ini KKKS (kontraktor kontrak kerja sama) tidak bisa disalahkan," ujarnya.

Selain itu, sambung dia, juga ada ketidaksiapan di sisi komersial dari sistem distribusi, kesepakatan harga hingga manajemen pipa distribusi yang belum final.

"Sehingga ada pipa yang jarak maksimal 20 meter tidak sambung-sambung. Kalau gas penyebabnya macam-macam termasuk komersil," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya