BI: Pelonggaran LTV untuk Rumah Dongkrak Pertumbuhan KPR
- ANTARA FOTO/R. Rekotomo
VIVA – Bank Indonesia mengklaim adanya pelonggaran kebijakan loan to value untuk kredit pemilikan rumah atau KPR, mampu mendorong KPR lebih besar lagi hingga Desember 2018, atau sebesar 13,46 persen hingga 14 persen.
Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Filianingsih Hendarta, menjelaskan, meski mampu meningkat lebih tinggi jika dibandingkan posisi Mei 2018 yang sebesar 12,75 persen, dampaknya bisa terealisasi setelah tiga kuartal berikutnya sejak kebijakan tersebut diberlakukan, yakni pada Agustus 2018.
"Nah, ini kan tidak serta merta, artinya bank harus siapkan diri. Jadi kami lihat ini akan butuh waktu. Jadi menurut elastisitas pertumbuhan kredit itu baru terlihat atau terasa di tiga kuartal berikutnya," ucap Filianingsih saat ditemui di Gedung BI, Jakarta, Senin, 2 Juli 2018.
Dia menyebutkan, hal itu juga didukung oleh dominasi usia muda yang saat ini terus meningkat dalam kepemilikan KPR. Porsi kepemilikan kredit perumahan oleh usia 26-35 tahun terus meningkat.
"Terjadi perubahan perilaku debitur KPR di beberapa tipe, yaitu debitur usia muda saat ini lebih mendominasi KPR untuk tipe rumah tapak 22-70 m2, rumah susun atau flat 22-70 m2 dan rumah susun atau flat kurang dari 21 m2. Sementara itu, pangsa KPR yg dimiliki oleh debitur usia 36-45 tahun mengalami penurunan sejak 2014," paparnya.
Dengan begitu, lanjut dia, meningkatnya pertumbuhan kredit KPR melalui adanya pelonggaran kebijakan LTV tersebut akan berkontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) hingga mencapai 0,04 persen.
"Pertumbuhan PDB bisa 0,04 persen kontribusinya, tahun ini. Saya yakin akan pruden. Yang diperbolehkan (pelonggaran LTV) bank yang ter-manage baik. Bank juga setelah konsolidasi tentunya perbankan berhati-hati kelola ini. Kemungkinan NPL (non performing loan) terkendali," ujarnya.
Sebelumnya, Bank Indonesia kembali melonggarkan kebijakan LTV untuk kredit pemilikan rumah dan pembiayaan pembangunan properti. Kebijakan tersebut membuat masyarakat yang ingin membeli rumah pertama bisa mulai mencicil tanpa uang muka, sesuai kebijakan masing-masing perbankan.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Erwin Rijanto mejelaskan, kebijakan ini tidak bisa lantas disebut sebagai kebijakan DP nol rupiah ataupun nol persen. Dia menegaskan bahwa untuk pembeli pertama, ketentuan uang muka diserahkan kepada pihak manajemen risiko masing-masing perbankan.
Meski begitu, ditegaskan kembali, ada beberapa syarat penggunaan ketentuan tersebut yaitu perbankan dengan rasio pembiayaan bermasalah atau kredit bermasalah (NPL) secara net kurang dari lima persen. Sementara itu, syarat kedua adalah rasio pembiayaan properti yang bermasalah dari total secara bruto juga harus kurang dari lima persen.