UE Perpanjang Larangan Sawit hingga 2030, RI Waspada
- REUTERS/Samsul Said
VIVA – Uni Eropa akhirnya sepakat untuk menunda pelarangan penggunaan minyak kelapa sawit asal Indonesia dan Malaysia pada 14 Juni 2018 lalu, dari yang sebelumnya pada 2021 menjadi 2030. Penundaan itu merupakan hasil lobi Kementerian Koordinator Kemaritiman sejak April 2018.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan, mengatakan Indonesia tidak akan mengendurkan usahanya untuk memantau langkah lanjutan Uni Eropa setelah memundurkan waktu pelarangan penggunaan kelapa sawit.
Sebab, kata dia, pemerintah khawatir akan terjadi diskriminasi meski ada pengunduran waktu tersebut. Apakah benar-benar seluruh vegetable oil akan dilarang akibat kekhawatiran deforestasi atau hanya minyak kelapa sawit saja yang tetap dilarang pada 2030.
"Yang diarahan pak menteri (Luhut) itu kita jangan sampai nanti itu hanya palm oil, tapi sifatnya harus tidak diskriminatif, artinya semua vegetable oil. Karena kan yang awalnya kan 2030 tuh adalah yang lainnya, first generation, tapi palm oil didulukan 2021. Sekarang ini palm oil mundur jadi 2030. Artinya harusnya sama dengan yang lain," ucap Oke di Kemenko Kemaritiman, Kamis, 28 Juni 2018,
Selain itu, lanjut dia, pemerintah juga akan terlibat langsung dengan studi yang akan dilakukan Uni Eropa untuk menentukan kriteria lanjutan ekspor-impor minyak kelapa sawit. Hal itu dilakukan supaya minyak kelapa sawit Indonesia tidak terdiskriminasi.
"Jangan sampai nanti kemasannya diskriminasi tidak ada, tetapi dari kriteria itu ternyata mendiskriminasikan palm oil. Kan ada ILO, ada high conservation carbon, ada biodiversity, ada tujuh metodologi. Jadi kita harus perhatikan itu semua, dan arahan pak menteri untuk lebih terlibat dalam studi yang mereka akan lakukan," ungkapnya.
Oke juga mengatakan, karena Uni Eropa sudah bersedia untuk melakukan penambahan waktu penundaan pelarangan, maka tidak ada langkah balasan atau retaliasi terhadap kebijakan Uni Eropa tersebut. Sehingga fokus pemerintah hanya untuk memastikan langkah lanjutan Uni Eropa agar tidak mendiskriminasikan Indonesia.
"Kan mereka ceritanya secara normatif sudah mengikuti tidak di phasing out 2021. Apalagi yang mau dibalas. orang tadinya kita 2021 marah-marah, sekarang sudah diikutin di 2030 terus apa yang mau dibalas. Cuma kita harus lebih hati-hati lagi. jangan sampai kemasannya berbeda. lari ke 2030 kita semangat oh oke mereka ikuti kita tapi cuma palm oil, yang lainnya enggak diberlakukan," tuturnya.
Karena itu dia menegaskan, bila dari hasil pemantauan terhadap langkah lanjutan Uni Eropa tersebut ternyata memang ada hal-hal yang mendiskriminasi, maka Indonesia tidak akan segan melakukan gugatan.
"Tahap pertama yang kita pasti manakala terjadi diskriminasi kita lakukan dulu secara normatif kita gugat. Apakah itu nanti mau retaliasi mau apa itu cerita lain. Jangan sampai deh itu (diskriminasi). Kalau itu terjadi diskriminasi tetap kita lakukan," ujar dia.