Dituduh Gelembungkan Anggaran, Ini Rincian Biaya LRT Sumsel
- VIVA/Sadam Maulana
VIVA – Dalam beberapa hari terakhir, pernyataan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang menuding proyek Light Rail Transit atau LRT telah terjadi mark up, ramai dibicarakan publik.
Di mana, Prabowo menyebut sejumlah negara di dunia hanya mengeluarkan dana sebesar US$8 juta per kilometer untuk proyek LRT. Sementara itu, Indonesia justru membuat proyek tersebut dengan investasi US$40 juta per kilometer.
Padahal, dalam setiap proyek infrastruktur tersebut memiliki sejumlah karakteristik yang berbeda. Sehingga, pada akhirnya memiliki nilai investasi atau biaya yang berbeda sesuai tingkat kesulitannya.
Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Zulfikri mengatakan, dalam proyek LRT yang dilakukan di Indonesia kali ini, beberapa model yang dipakai untuk membangunnya.
Di mana, lanjut dia, untuk LRT Jabodetabek yang dibangun oleh PT Adhi Karya menggunakan konstruksi U-Shaped Girder. Lalu, LRT Jakarta menggunakan Box Girder dan LRT Sumsel menggunakan I Girder.
Sedangkan untuk lebar rel keretanya atau spoor untuk LRT Sumsel sebesar 1.067 mm, dan LRT Jakarta dengan lebar spoor-nya 1.435 mm. Variasi tersebut membuat biaya konstruksi sesuai dengan harga pasar.
"Sehingga, nilai investasi apabila dibagi panjang jalur kereta api, dinilai masih cukup realistis dan telah dilakukan perbandingan dengan negara-negara di kawasan ASEAN," ungkap Zulfikri dikutip dari laman Setkab.go.id, Senin 25 Juni 2018.
Adapun untuk proyek LRT Sumsel kali ini, Kemenhub menganggarkan investasi sebesar Rp10,9 triliun dengan panjang 23 kilometer. Sehingga, angka per kilometernya membutuhkan biaya sebesar Rp473,9 miliar.
Sementara itu, jika dibandingkan dengan di Malaysia biaya untuk pembangunan LRT Kelana Jaya Line diketahui sebesar Rp817 miliar per kilometer, lalu biaya pembangunan LRT di Manila sebesar Rp907 miliar per kilometer.
Zulfikri menuturkan, anggaran pemerintah yang digunakan dalam pembangunan LRT Sumsel ini telah diproses secara akuntabel, di mana telah dilakukan review secara berlapis mulai dari review oleh konsultan independen yang berkualifikasi internasional, audit internal maupun audit eksternal oleh instansi terkait agar sesuai dengan prinsip Good Coorporate Governance.
"Sebelumnya, usulan pembiayaan untuk proyek LRT ini oleh kontraktor awalnya diajukan sebesar Rp12 triliun. Namun, setelah melalui beberapa tahapan review biaya tersebut dapat ditekan menjadi Rp10,9 triliun,” kata Zulfikri.
Dalam pelaksanaan pembangunannya, menurut Zulfikri, PT Waskita Karya dibantu oleh konsultan pengawas (supervisi) yang berkualifikasi Internasional, yakni SMEC Internasional asal Australia.
"Perusahaan tersebut telah mempunyai pengalaman yang cukup luas di beberapa negara di kawasan Asia, Australia, dan Afrika, Eropa, serta Amerika," ujarnya.