Gubernur BI Bakal Respons Kenaikan Suku Bunga The Fed

Gubernur BI, Perry Warjiyo
Sumber :
  • REUTERS/Willy Kurniawan

VIVA – Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memastikan, Bank Indonesia akan terus mencermati serta memberikan respons, terkait perkembangan ekonomi dunia terkini yang ditandai dengan kembali naiknya suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve, pada 13 Juni 2018 lalu.

The Fed Diproyeksi Pangkas Suku Bunga pada Semester II, Apa Dampaknya ke RI?

Dia menegaskan, kenaikan suku bunga The Fed yang telah kembali naik  25 basis poin tersebut akan menjadi pembahasan dalam Rapat Dewan Gubernur atau RDG, pada 27-28 Juni mendatang.

"Kami cermati perkembangan-perkembangan lain, dari The Fed bahwa sekarang probabilitas tahun ini empat kali naik lebih besar. Sebelumnya, probabilitas tiga kali. Itu suatu perkembangan baru. ECB juga sudah mulai merencanakan untuk mengurangi quantitative easing mulai September, termasuk yang kami cermati," ujarnya saat ditemui di kediamannya, Jakarta, Jumat, 15 Juni 2018.

Utang Luar Negeri Indonesia Turun Jadi US$413,6 Miliar

Dalam menghadapi kenaikan suku bunga The Fed tersebut, menurut Perry, BI siap melakukan langkah-langkah kebijakan yang pre-emptive, front-loading, dan ahead the curve. Hal itu untuk menjaga stabilitas ekonomi Indonesia, khususnya stabilitas nilai tukar rupiah.

Dia tidak memungkiri, kebijakan untuk kembali naikan suku bunga acuan masih akan tetap terbuka lebar. Hal tersebut demi menghadapi tekanan-tekanan ekonomi global yang terus memengaruhi perekonomian Indonesia sejak Februari lalu.

BI Fast Payment, Jawaban untuk Kebutuhan Transaksi Murah

"Langkah-langkah tersebut akan kami putuskan dalam RDG yang akan datang, 27-28 Juni. Tentu bisa dalam bentuk kebijakan suku bunga, diikuti juga dengan relaksasi kebijakan makroprudensial yang dalam bentuk LTV (loan to value). Komitmen kami tetap menjaga stabilitas nilai rupiah, itu prioritas kami," ujarnya.

Selain itu, Perry mengungkapkan, beberapa indikator perekonomian Indonesia dianggapnya masih kuat untuk mengantisipasi tekanan eksternal tersebut. Misalnya, cadangan devisa yang dianggapnya masih lebih dari cuku serta inflasi yang rendah.

"Inflasi rendah. Insya Allah tahun ini juga akan sangat rendah. Pertumbuhan akan membaik. Defisit transaksi berjalan meskipun lebih tinggi dari perkiraan, tapi tetap dalam batas aman. Permasalahannya bukan dari domestik, lebih kepada eksternal," ujar Perry.
 

Petugas menghitung mata uang rupiah dan dolar AS di salah satu tempat penukaran uang di Jakarta

Rupiah Perkasa ke Rp 15.352 per Dolar AS, Ini Pemicunya

Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS menguat pada Selasa pagi, 17 September 2024.

img_title
VIVA.co.id
17 September 2024