Tak Cuma BI, Fiskal Wajib Ikut Atasi Naiknya Suku Bunga AS
- VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVA – Kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS sebesar 25 basis poin harus disikapi secara bijak dan taktis oleh Bank Indonesia. Selain itu, dukungan kebijakan fiskal dari pemerintah juga harus diimbangi guna menjaga persepsi investor terhadap ekonomi RI.
Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia Tbk, Ryan Kiryanto mengatakan langkah BI yang dalam beberapa pekan lalu menaikan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin dinilai sudah tepat dan taktis dalam menyikapi arah kenaikan Fed Fund Rate (FFR).
Dengan demikian, ke depan kebijakan serupa diharapkan bisa disikapi secara bijak untuk mengatasi rencana kenaikan FFR yang diperkirakan empat kali sepanjang tahun ini, seiring penguatan ekonomi AS.
"Jika keputusan The Fed direspons oleh bank-bank sentral negara lain, maka akan berdampak pada apresiasi (penguatan) mata uang. Sehingga, mau tidak mau BI juga harus merespons dengan tepat," jelas Ryan kepada VIVA, Kamis 14 Juni 2018.
Untuk itu saat ini, lanjut dia, guna mengimbangin peran Bank Indonesia dalam menjaga nilai tukar, perlu langkah konkrit dari pemerintah untuk mengelola fiskal sebagai mesin pertumbuhan ekonomi, agar persepsi tetap positif terhadap ekonomi Indonesia.
"Dengan tugas pemerintah mengelola fiskal dengan baik maka bisa membantu penguatan rupiah di tengah apresiasi dolar secara global," tegasnya.
Adapun, kata Ryan, tugas fiskal yang perlu dilakukan saat ini adalah mengenjot untuk menaikkan produktivitas domestik termasuk ekspor agar likuditas valas di dalam negeri mencukupi sehingga kebutuhan dolar AS tetap aman.
Sementara itu, untuk menjaga tetap terjaganya kondisi ekonomi domestik, Ryan berharap perbankan tidak harus latah menaikan suku bunga, terutama bunga kredit yang akan menambah persoalan baru seperti kredit seret, NPL naik dan kinerja bank terganggu.
"Peningkatan efisiensi musti dilakukan bank jika terpaksa harus naikkan bunga simpanan karena NIM berpotensi terpangkas. Maka fee based income juga harus digenjot di tengah lambatnya pertumbuhan kredit saat ini," ujarnya.