Menteri Amran Bantah Pasokan Beras Dalam Negeri Kurang
- VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVA – Kementerian Perdagangan menyatakan impor beras sebesar 500 ribu ton perlu dilakukan, guna menambah pasokan beras dalam negeri yang kurang. Hal itu dilakukan, untuk menjaga stabilisasi harga beras di pasar.
Sementara itu, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman justru membantah bahwa pasokan beras dalam negeri kurang. Bahkan, Amran mengatakan, suplai beras di Pasar Induk Beras Cipinang lebih dari cukup.
"Suplai di Cipinang dulu 15 ribu ton, hari ini 41 ribu ton," kata Amran, usai memberikan pemaparan seminar di Kantor Pusat BPK, Jakarta, Senin 21 Mei 2018.
Dia mengatakan, mengenai harga beras yang saat ini masih tinggi, dia telah mengimbau para pedagang untuk tidak menaikkan harga beras.
"Kenapa harga tinggi?, itu pertanyaan kami juga, makanya kami imbau pedagang jangan menaikkan harga di bulan Ramadan," kata dia.
Mengenai koordinasi langsung dengan Kementerian Perdagangan terkait Impor, Amran tak mau menjawab. Padahal, banyak pihak yang menyebut data kebutuhan beras nasional antarinstansi tersebut kerap berbeda.
Ia juga tak mau menjawab, apakah rekomendasi impor sebesar 500 ribu ton yang telah diberikan izin oleh Kemendag itu sudah melalui koordinasi dengan pihaknya.
Seperti diberitakan VIVA sebelumnya, Kementerian Perdagangan mengungkapkan impor beras sebanyak 500 ribu ton diperlukan untuk menambah pasokan dalam negeri hingga Juli 2018.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan mengatakan, keputusan impor itu adalah keputusan dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) yang diselenggarakan belum lama ini.
"Itu sudah diputuskan di rakortas kebutuhan sementara itu. Menambah lagi sampai bulan Juli. Kata rakortas pasokan kurang jadi harus tambah," kata Oke di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat 18 Mei 2018.
Dia mengharapkan, dengan adanya tambahan izin impor itu harga beras di dalam negeri bisa stabil. Menurut dia, kurangnya pasokan beras itu lantaran harga beras yang masih tinggi.
"Harga masih di atas. Serapan Bulog kecil," katanya.
Serapan beras Perum Bulog yang masih kecil, menurutnya, disebabkan oleh petani yang tidak menjual hasil panennya ke Bulog, karena harga dibatasi oleh Harga Pembelian Pemerintah (HPP).
"Dengan HPP dikenakan 10 persen saja, masih enggak bisa nyerap karena (petani jual) keluar. Dinaikkan jadi 20 persen, juga enggak bisa nyerap, karena harga gabah tinggi. Kalau sudah tinggi, berarti rebutan," ujar dia.
Secara logika, dia mengatakan, jika gabah menjadi rebutan artinya pasokan kurang. "Kalau rebutan, berarti yang diperebutkan kurang. Gampang logikanya," katanya. (asp)