Alasan BI Naikkan Suku Bunga Acuan

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

VIVA – Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo mengungkapkan, kenaikan suku bunga acuan BI atau BI 7 days reverse repo rate yang sebesar 25 basis poin atau telah naik menjadi 4,50 persen disebabkan keinginan Bank Indonesia untuk terus menjaga stabilitas makro ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang terus berlanjut.

Kata Gubernur BI soal Peluang Turunkan Suku Bunga: Dulu Agak Lebar, Sekarang Terbatas

Agus juga mengatakan, hal itu juga termasuk akibat dipengaruhi adanya rebalancing likuiditas di dunia serta perbaikan ekonomi dunia yang akan naik di angka 3,9 persen terutama didorong oleh perbaikan ekonomi Amerika Serikat.

"Itu juga didukung oleh perbaikan konsumsi, perbaikan lapangan tenaga kerjanya dan juga bahwa ini akan ada potensi kenaikan inflasi yang akhirnya kemungkinan untuk Fed Fund Rate itu naik," kata Agus di Gedung BI, Jakarta, Kamis 17 Mei 2018.

Bank Indonesia Kembali Tahan BI Rate di Level 6 Persen

Oleh karena itu, Agus mengatakan, BI melihat bahwa pada 2018 Bank Sentral AS akan menaikkan suku bunga acuannya atau FFR di 2018 menjadi tiga kali. Di 2019 perkirakan akan lebih dari dua kali menjadi tiga kali sehingga akan mempengaruhi imbal hasil dari US Tresury Bond yang akan meningkat menjadi lebih dari 3 persen. Hal itu diperkirakan akan menarik aliran dana dari pasar domestik ke AS.

"Kita juga melihat bahwa defisit fiskal dari AS itu 2018 dan 2019 meningkat menjadi 4 persen dari GDP dan 5 persen dari GDP. Peningkatan fiskal defisit itu akan berpotensi kebutuhan pembiayaan sehingga US Treasury akan di terbitkan lebih besar dan juga akan berdampak kepada yield US Treasury yang cenderung meningkat," kata dia.

Ekonom Perkirakan BI Tahan Suku Bunga Acuan di Level 6 Persen

Selain itu kata Agus, dengan naiknya FFR tersebut juga menandakan negara-negara maju khususnya AS sudah akan kembali pada normalisasi kebijakan moneternya sehingga tren suku bunga rendah yang selama ini dipertahankan BI tidak lagi sesuai dengan kondisi global.

"Tetapi kenaikan FFR yang teratur ini membuat kita melihat bahwa negara-negara maju itu sudah akan kembali kepada normalisasi kebijakan moneternya. sehingga era bunga yang lebih tinggi akan mulai terealisasi secara bertahap," paparnya.

Dengan kebijakan kenaikan suku bunga acuan BI tersebut diharapkan mampu meredam aliran dana keluar dari domestik ke AS sehingga depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS tidak terus terjadi yang juga berpotensi menimbulkan risiko terhadap inflasi.

"Karena dampak dari pada perkembangan di dunia termasuk perkembangan dari AS itu adalah adanya aliran dana dari negara-negara berkembang termasuk Indonesia yang mengarah kepada AS yang menjanjikan return yang baik," ungkapnya.

Dilanjutkan Agus, kebijakan makro ekonomi yang telah ditempuh untuk menaikkan suku bunga acuan BI juga sejalan dengan kebijakan pemerintah yang terus menstimulus perekonomian domestik dengan berbagai kebijakan seperti kebijakan one single submission maupun insentif investasi melalui tax holiday maupun tax allowance.

"Karena kita tahu di sektor riil itu dalam waktu dekat akan ada one single submission oleh pemerintah, ada juga tax holiday dan allowance. Kita tahu juga sekarang sedang dilakukan review di sektor fiskal terkait dengan UU Penerimaan Negara dan lain-lain. Jadi BI menambahkan ini dengan naikkan policy rate dari 4,25 menjadi 4,5 persen," kata dia.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

IHSG Dibuka Menguat Usai BI Tahan Suku Bunga Acuan 6%

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Kamis, 21 November 2024 dibuka menguat 9 poin atau 0,13 persen di level 7.189.

img_title
VIVA.co.id
21 November 2024