Nasib Rupiah Bergantung Kebijakan Suku Bunga BI

Mata uang rupiah dan dolar AS.
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin

VIVA – Mata uang Garuda kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat pada Rabu 16 Mei 2018 sebesar 0,4 persen ke level Rp14.088. Angka itu lebih tinggi dari capaian tertingginya pada 9 Mei 2018 sebesar Rp14.074 per dolar AS.

Dibuka Menguat, Rupiah Berpotensi Melemah Imbas Ketegangan Rusia-Ukraina

Pelemahan rupiah terhadap dolar sepanjang pekan ini ditengarai sejumlah ekonom banyak disebabkan faktor eksternal dan sejumlah hal di dalam negeri yang di luar dugaan pelaku pasar.

Ekonom PT Bank Permata Tbk (BNLI) Josua Pardede, menilai bahwa pelemahan rupiah lebih banyak disebabkan faktor imbal hasil surat utang pemerintah AS yang menyentuh level 3,07 persen atau tertinggi tahun ini.

Rupiah Loyo Pagi Ini, Nyaris Tembus Rp16 Ribu per Dolar AS

Kenaikan imbal hasil surat utang pemerintah AS tersebut dipengaruhi oleh revisi ke atas data penjualan ritel AS pada Maret yang mengindikasikan bahwa perekonomian AS pada kuartal II-18 bisa lebih tinggi dari estimasi awal.

Selain itu, kepemilikan pemerintah AS pada surat utang pemerintah AS turut mendorong kenaikan yield US Treasury.

Rupiah Dibuka Menguat di Level Rp15.842 per Dolar AS

Seorang petugas bank menunjukkan uang kertas dolar AS dan rupiah beberapa waktu lalu.

Sementara itu, kata Josua, dampak dalam negeri disebabkan oleh defisit neraca perdagangan April yang mencapai US$1,62 miliar yang selanjutnya berpotensi mendorong pelebaran defisit transaksi berjalan pada kuartal II-2018.

Lalu, faktor tak diduga lainnya juga terlihat dari dampak dari serangan teroris di dalam negeri yang sedikit memberikan kekhawatiran pada pasar. Namun, kondisi itu diharapkan bisa pulih dalam satu hingga dua bulan ke depan.

Senada, ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), David Sumual, menilai, melemahnya rupiah dalam beberapa hari terakhir justru karena tekanan eksternal pascapengumuman data penjualan ritel AS lebih tinggi dari ekspektasi.

Hal itu, kata David, pada akhirnya membuat kenaikan imbal hasil surat utang pemerintah AS kembali di atas level 3,1 persen.

Untuk itu, dengan melihat sejumlah faktor tersebut, David menilai harapan untuk mengakhiri fluktuasi rupiah adalah tergantung perkembangan data AS. Selain itu, pasar masih menanti ekspektasi kenaikan suku bunga acuan BI.

"Fluktuasi rupiah tergantung perkembangan data AS. Dan minggu ini pasar juga menanti hasil RDG (Rapat Dewan Gubernur) BI yang diekspektasi alami kenaikan suku bunga sebesar 25 bps," ujar David kepada VIVA.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya