Aksi Teror Berdampak Marginal ke Nilai Tukar Rupiah

Mata uang rupiah dan dolar AS.
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin

VIVA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat kembali melemah pada Rabu 16 Mei 2018. Pelemahan itu di tengah kembali terjadinya aksi terorisme yang menyerang kantor Mapolda Riau.

Dibuka Menguat, Rupiah Berpotensi Melemah Imbas Ketegangan Rusia-Ukraina

Dikutip dari Reuters pada Rabu, 16 Mei 2018, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hingga pukul 12.00 WIB tercatat melemah 0,52 persen ke level Rp14.105 per dolar. Nilai tukar rupiah itu lebih tinggi dari level tertinggi terakhirnya pada 10 Mei 2018 yang tercatat Rp14.080 per dolar AS.

Ekonom PT Bank Permata Tbk (BNLI), Josua Pardede, mengatakan, serangan aksi terorisme yang terjadi dalam beberapa hari ini memang berdampak terhadap nilai tukar rupiah, pasar saham, dan pasar obligasi domestik saat ini.

Rupiah Loyo Pagi Ini, Nyaris Tembus Rp16 Ribu per Dolar AS

Namun, lanjut dia, dampak itu dipastikan hanya bersifat marginal. Sebab, merujuk pengalaman aksi serupa sebelumnya, kinerja keuangan domestik akan berangsur pulih satu hingga dua bulan usai kejadian terorisme.

Selain itu, bersifat marginalnya dampak tersebut karena melihat upaya aparat keamanan, yaitu Polri yang berupaya meningkatkan keamanan di pusat-pusat kegiatan ekonomi di dalam negeri.

Rupiah Dibuka Menguat di Level Rp15.842 per Dolar AS

"Saya perkirakan pulih kurang dari satu hingga dua bulan ke depan, karena Polri akan berupaya meningkatkan keamanan pusat ekonomi," tutur Josua kepada VIVA, Rabu 16 Mei 2018.

 Dolar AS dan rupiah.

Sementara itu, Josua mengungkapkan, hal besar yang sebenarnya membuat rupiah melemah hingga Rp14.105 per dolar AS pada hari ini justru berasal dari imbal hasil surat utang pemerintah AS yang menyentuh level 3,07 persen atau level tertinggi pada tahun ini.
 
Kenaikan imbal hasil surat utang pemerintah AS tersebut dipengaruhi oleh revisi ke atas data penjualan ritel AS. Pada Maret, data penjualan ritel mengindikasikan bahwa perekonomian AS pada kuartal II-2018 bisa lebih tinggi dari estimasi awal.

Selain itu, kepemilikan pemerintah AS pada surat utang pemerintah AS turut mendorong kenaikan yield US Treasury.

Sementara itu, kata Josua, dampak dalam negeri disebabkan oleh defisit neraca perdagangan April yang mencapai US$1,63 miliar. Kondisi itu selanjutnya berpotensi mendorong pelebaran defisit transaksi berjalan pada kuartal II-2018.

"Pelaku pasar saat ini diperkirakan lebih fokus pada RDG BI pada bulan ini, terkait arah suku bunga. BI memiliki ruang untuk menaikkan suku bunga acuan yang diharapkan meredam volatilitas di pasar keuangan, sehingga memberikan kepercayaan pada pelaku pasar," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya