15 Poin Penting Aturan Baru Uang Elektronik Bank Indonesia
- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA – Bank Indonesia menerbitkan aturan baru tentang uang elektronik yang tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia atau PBI Nomor 20/6/PBI/2018.
Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Onny Widjanarko mengatakan, aturan tersebut merupakan revisi dari aturan sebelumnya dan berlaku sejak diundangkan per tanggal 4 Mei 2018.
"Ada 15 poin pokok penyesuaian dalam aturan tersebut," kata Onny dalam konferensi pers di Gedung BI, Jakarta, Senin 7 Mei 2018.
Ia menjabarkan, pokok-pokok penyesuaian aturan itu, antara lain dimulai dari prinsip penyelenggaraan uang elektronik, uang elektronik open loop dan closed loop, serta pengelompokan izin penyelenggara jasa sistem pembayaran.
"Prinsip penyelenggaraan uang elektronik yang tidak menimbulkan risiko sistemik. Kita harapkan, penyelenggara uang elektronik yang meminta izin adalah penyelenggara dengan kondisi keuangan yang sehat," katanya.
Kemudian, poin selanjutnya adalah tentang minimum modal disetor, komposisi saham, representations and warranties, fit and proper test, kepemilikan tunggal, holding period, dana float, cross border transaction, peningkatan limit uang elektronik unregistered, pengawasan terintegrasi, dan masa peralihan bagi pihak yang diatur.
Dia mengatakan, pengaturan ini dikeluarkan dalam rangka terus meningkatkan perlindungan konsumen. Selain itu, usaha ini harus bermanfaat bagi perekonomian Indonesia.
"Baik untuk productivity, stability, dan inclusivity, dan harus tetap mencegah pencucian uang dan pendanaan terorisme. Ini diyakini jadi salah satu penopang ekonomi digital di Indonesia," jelasnya.
Latar belakang aturan uang elektronik
Dia menjelaskan, ada empat latar belakang bagi BI dalam menerbitkan aturan baru uang elektronik ini. Adapun yang pertama adalah BI melihat bahwa bisnis uang elektronik sekali bervariasi, seiring dengan perkembangan inovasi teknologi dan peningkatan kebutuhan masyarakat tidak hanya dalam transportasi tapi juga dalam e-commerce.
"Kedua, penyelenggaraan uang elektronik perlu didasarkan pada kondisi keuangan yang baik, agar mampu memberikan manfaat yang optimal bagi perekonomian Indonesia," kata dia
Sementara itu, yang ketiga adalah keterkaitan penyelenggaraan uang elektronik dan kegiatan bisnis lain yang semakin erat dan kompleks. Khususnya, yang dilakukan dalam satu entitas atau kelompok bisnis yang sama.
Lebih lanjut, yang keempat, adalah disparitas kinerja penyelenggara berizin dan makin beragamnya pihak yang mengajukan permohonan izin uang elektronik.
"Ada yang modalnya rendah, tinggi, ada yang konglomerasi dan ada yang belum," jelas dia.