Ketua KEIN: Belum Ada Pengusaha NU Hebat di Jatim
- VIVA/Nur Faishal
VIVA – Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional atau KEIN, Soetrisno Bachir menyebut, sampai kini belum muncul dari kalangan Nahdlatul Ulama pengusaha-pengusaha kelas atas di Jawa Timur. Padahal, NU dan pesantren di Jatim banyak dan itu potensial secara ekonomi. Diperlukan penguatan ekonomi keumatan untuk mencapai level lebih baik.
"Saya lihat bersama Gus Solah (Pengasuh Pesantren Tebu Ireng, Salahuddin Wahid), belum ada pengusaha kelas menengah atas dari kalangan Nahdliyin di Jawa Timur. Yang muncul sementara ini, misalnya, teman-teman pengusaha dari Tionghoa," katanya usai membesuk Gus Solah yang dirawat di Graha Amerta RSUD dr Soetomo Surabaya, Jawa Timur, pada Minggu, 6 Mei 2018.
Padahal, menurut Soetrisno, secara kuantitas warga Nahdliyin di Jatim jutaan orang. "Kenapa enggak muncul sepuluh orang jadi pengusaha kelas atas? Karena kita tidak fokus. Mungkin fokusnya ke politik saja, atau mungkin fokusnya ke masalah pesantren saja. Padahal perlu ada pembagian tugas, yang fokus ke ekonomi juga ada," ujarnya.
Boleh saja Nahdliyin berkecimpung dalam politik. Tetapi seyogianya ada sebagian yang memusatkan perhatian untuk menggerakkan program-program ekonomi umat dan ekonomi Nahdliyin di Jawa Timur, sehingga muncul pengusaha-pengusaha yang tangguh di kalangan Nahdliyin.
Membangun ekonomi, kata mantan Ketua Umum Partai Amanat Nasional itu, tidak semudah membalikkan telapak tangan, seperti yang biasa berlaku di dalam politik. Butuh waktu panjang untuk mencapai itu, sekurang-kurangnya 30 tahun melahirkan pengusaha besar atau berskala nasional.
“Kalau sekarang umat digerakkan ekonomi, mungkin lima tahun ke depan muncul beberapa pengusaha, lima tahun lagi muncul pengusaha nasional dari Jatim. Jadi, bertahap," katanya.
Di Jawa Timur, Soetrisno menjadi pembicara dalam seminar penguatan ekonomi umat Islam di Indonesia, sebelum membesuk Gus Solah di RSUD dr Soetomo. Ia juga menyampaikan Gus Solah antusias ketika diajak mengobrol soal keumatan dan kebangsaan. "Khususnya bagaimana penerapannya di Jawa Timur yang mayoritas Nahdliyin," ujarnya. (webtorial)