Jokowi Disarankan Evaluasi Kinerja Rini Soemarno
- Arrijal Rachman/VIVA.co.id.
VIVA – Beredarnya rekaman percakapan Menteri BUMN Rini Soemarno dengan Dirut PLN Sofyan Basir yang diduga terkait pembagian fee proyek LNG di Banten, dinilai bakal merugikan pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Presiden Jokowi bukan hanya diminta harus mengklarifikasi pembicaraan Rini-Sofyan, tapi juga harus berani memberi sanksi tegas jika Rini-Sofyan terbukti berusaha mencari keuntungan pribadi dari proyek tersebut.
Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Malang, Wahyudi Winarjo mengatakan, Rini-Sofyan tidak patut membicarakan proyek, terlebih ada dugaan pembagian fee, melalui sambungan telepon dan personal.
Dia mendorong Jokowi mengevaluasi kinerja Rini dan menyampaikan hasil evaluasi itu kepada publik demi menjaga kepercayaan masyarakat pada pemerintah.
“Rini wajib diberi sanksi berat, taruhlah di-reshuffle atau ditegur langsung oleh presiden, tentu dengan tidak menggugurkan upaya penegakan hukum,” kata Wahyudi dalam keterangan tertulisnya, Minggu 6 Mei 2018.
Terkait penegakan hukum, Pasal 25 UU Tipikor UU 31/1999 menyatakan bahwa penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara korupsi harus didahulukan dari perkara lain.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, pihaknya sedang mencari kejelasan terkait pembicaraan dalam rekaman itu. Ada dua hal yang harus didalami KPK, apakah pembicaraan itu membahas pembagian fee, atau pembagian saham.
Presiden Jokowi belum menyikapi tegas karena menunggu klarifikasi Rini-Sofyan. Sementara, Rini membantah pembicaraan itu terkait fee meski di dalam percakapan disebut nama Ari Soemarno dan Ongky Soemarno.
“Jika pembicaraannya bagi-bagi fee, tentu merugikan citra kabinet serta citra presiden,” ujar Wahyudi.
Selain tersandung kasus rekaman yang diduga pembagian fee proyek LNG di Banten dan indikasi terjadinya kolusi bersama Ari Soemarno dan Ongky Soemarno, kinerja Rini memimpin BUMN juga disorot karena perombakan direksi Pertamina dan Garuda Indonesia.
Perombakan direksi Pertamina dan penambahan direksi Garuda Indonesia diduga dilakukan bukan atas dasar penilaian kinerja dan kebutuhan.
Rini dinilai mengada-ada saat mencopot Dirut Pertamina Ellia Massa Manik karena alasan kelangkaan BBM jenis premium. Selain itu, terjadi juga penggendutan direksi Garuda menjadi sembilan, dan anjloknya nilai saham Garuda Indonesia dari Rp440 per lembar pada trimester pertama 2016 menjadi Rp292 per lembar pada 25 April 2018.
“Jika benar pergantian direksi tersebut atas pertimbangan politik pribadi Bu Rini, maka Presiden harus mengevaluasinya.” (mus)