Lahan Terbatas Buat Aturan Wajib Tanam Importir Jadi Sia-sia
- ANTARA FOTO/Anis Efizudin
VIVA – Aturan wajib tanam untuk para importir yang diharapkan mampu menjadi solusi menggapai swasembada bawang putih pada 2021, tampak jauh dari harapan. Angka realisasi tanam untuk rekomendasi impor komoditas ini masih jauh dari target.
Data Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, per 16 Juli 2018, dari volume Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) sebesar 570,05 ribu ton, menyebutkan realisasi tanam baru terealisasi mencapai 27,96 persen.
Dengan kata lain, dari kewajiban tanam para importir dari Juli 2017 hingga 2018 yang sebesar 4,75 ribu hektare, yang terealisasi hingga saat ini baru 1,33 ribu hektare.
Pengamat pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas menilai, keterbatasan lahan menjadi kendala utama. Spesifikasi tanah tidak sembarang untuk bisa ditanami bawang putih.
Menurut dia, dengan spesifikasi ketinggian lahan 700 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan curah hujan yang tidak terlalu tinggi, tidak banyak lahan di Indonesia yang cocok sebagai tempat tumbuhnya bawang putih.
“Kalaupun ada, sudah penuh sesak dengan komoditas lain, seperti kentang atau wortel,” ujar Adreas, dalam keterangan tertulisnya yang diterima, Kamis 19 April 2018.
Petani menanam bawang putih di gunung ijen, Jawa Timur.
Selain itu, Andreas berpandangan, di atas kertas sejumlah lahan semuanya memang tampak baik. Namun, luasan lahan yang tampak mentereng tersebut justru jauh dari kata cocok untuk lahan bawang putih.
Karena pada dasarnya, selain sejumlah prasyarat di atas, harus diperhatikan pula faktor ketersediaan infrastruktur, kemampuan sumber daya manusia (SDM), serta kepastian pasar. Menurutnya, untuk bisa memenuhi persyaratan tersebut, lahan yang cocok untuk bawang putih hanyalah di Pulau Jawa dan Sumatera.
Padahal berdasarkan data Kementan sendiri, jumlah lahan potensial yang ada di Pulau Jawa dan Sumatera hanya mencapai 176,64 ribu hektare. Itu sudah termasuk yang telah ditanami berbagai komoditas lain. Untuk lahan yang masih kosong, angkanya jauh lebih kecil, bertengger di 56,44 ribu hektare.
Dengan demikian, lahan potensial yang diklaim oleh Kementan sebagai lahan yang cocok untuk bawang putih nyatanya memang kebanyakan berada di kawasan timur Indonesia.
Bahkan lahan potensial terbesar tercatat berada di Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT), yang berbatasan langsung dengan Timor Leste. Angkanya mencapai 166,17 ribu hektare.
Andreas menilai, untuk penanaman di Timor Tengah Selatan sendiri pun hampir dipastikan mustahil. Tanpa melihat ideal atau tidak terkait faktor ketinggian lahan, kawasan perbatasan akan membuat infrastruktur untuk penanaman hingga pasar menjadi tidak jelas.
“Sudah jelas kan Timor Tengah Selatan enggak mungkin. Siapa yang mau beli di sana? Nanti kasusnya kayak jeruk di Kalimantan pas zaman Pak Harto. Tanam besar-besaran, enggak ada yang beli, akhirnya malah kebuang,” ujarnya.