Sah, Holding BUMN Migas Resmi Terbentuk
- ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
VIVA – Holding BUMN Migas dinyatakan resmi berdiri dengan PT Pertamina sebagai induk perusahaan atau holding dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk, sebagai anggota holding.
Hal itu ditandai dengan telah ditandatanganinya akta pengalihan saham seri B milik Negara sebesar 56,96 persen di PT PGN Tbk, kepada PT Pertamina oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara, Rini M. Soemarno.
Pembentukan holding BUMN Migas ini disebut sesuai arahan Presiden pada Oktober 2016, yang dituangkan dalam Roadmap Pengembangan BUMN yang telah dikordinasikan dengan berbagai pihak terkait.
"Jadi, dengan ditandatanganinya akta pengalihan, tanggal lahirnya 11 April 2018," kata Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media, F. Harry Sampurno dalam konferensi pers di Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu 11 April 2018.
Ia mengatakan, langkah selanjutnya adalah proses integrasi PT Pertagas yang merupakan anak usaha Pertamina ke PGN. Sehingga, PGN akan menjadi Sub-Holding Gas di bawah Pertamina.
Menurutnya, tim gabungan dari Pertamina dan PGN terus menuntaskan rencana integrasi dimaksud dengan sasaran tercapainya konsolidasi keuangan yang sehat dan perencanaan pajak yang optimal.
"Dengan masuknya PT Pertagas ke PGN, maka PGN akan menjadi pengelola midstream sampai distribusi dan niaga gas,” kata Harry.
Harry pun menjelaskan, Menteri BUMN juga telah menyetujui Perubahan Anggaran Dasar Pertamina terkait perubaha,n atau peningkatan modal dan menyetujui pula integrasi PT Pertagas ke dalam PGN.
Beberapa pertimbangan yang disampaikan Direksi Pertamina dalam mengintegrasikan Pertagas ke dalam PGN disebutkannya antara lain, adalah lini bisnis yang sama dalam hal transportasi dan niaga gas.
Melalui integrasi, terdapat potensi penghematan biaya operasional dan belanja modal, karena hilangnya tumpang tindih pengembangan infrastruktur.
Hal ini juga dapat menciptakan infrastruktur gas yang terintegrasi, menciptakan kinerja keuangan konsolidasi yang sehat, memperkuat struktur permodalan PGN, sehingga membuka ruang untuk meningkatkan kapasitas utang untuk pengembangan bisnis gas dan meningkatkan setoran dividen serta pajak kepada negara.
Terkait dengan terlewatinya batas waktu 60 hari penandatanganan Akta Pengalihan Saham sebagaimana dipersyaratkan pada keputusan RUPS Luar Biasa PGN pada 25 Januari 2018 lalu, menurut Harry keputusan tersebut akan dikukuhkan kembali pada RUPS Tahunan PGN pada 26 April 2018 mendatang.
"Sebab, terbentuknya holding BUMN Migas secara hukum terjadi saat dilakukannya penandatanganan Akta Pengalihan Saham, di mana seluruh hak-hak Negara RI selaku pemegang 56,96 persen saham Seri B di PGN secara hukum telah beralih kepada Pertamina," tegas Harry.
Ia pun kembali mempertegas bahwa perubahan nama PGN dengan menghilangkan kata “Persero”, semata-mata merupakan aspek administratif. PGN akan tetap diperlakukan sama dengan BUMN lainnya untuk hal-hal yang sifatnya strategis.
Dengan begitu, negara tetap memiliki kontrol terhadap PGN, baik secara langsung melalui kepemilikan saham Seri A Dwiwarna, maupun secara tidak langsung melalui Pertamina selaku induk, seperti diatur dalam PP 72 Tahun 2016.
"Hal strategis, seperti perubahan Anggaran Dasar, dan pengusulan pengurus perusahaan, masih harus dengan persetujuan saham dwiwarna, apalagi jika melakukan perubahan struktur modal atau right issue tentu harus dengan persetujuan DPR sebagaimana diatur dalam PP 72/2016," tutur Harry.