Sofyan Djalil Ungkap Alasan Jokowi Hobi Bagi-bagi Sertifikat
- Istimewa
VIVA – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Sofyan A. Djalil mengatakan, masyarakat senang saat menerima sertifikat tanah. Hal ini juga merupakan upaya pemerintah untuk memperluas akses keuangan bagi masyarakat hingga ke pelosok.
Dia menjelaskan, dengan memiliki sertifikat tanah, masyarakat dapat memberdayakan ekonomi secara mandiri. Artinya, sertifikat tanah tersebut dapat diagunkan ke bank untuk memperoleh modal usaha.
“Tanah yang memiliki sertifikat tanah bukan aset mati. Karena, sertifikat tanah itu berkaitan dengan financial inclusion. Financial inclusion adalah suatu kondisi di mana masyarakat bisa inklusif dalam lembaga keuangan modern,” ujar Sofyan dikutip dari keterangan resminya, Jumat 23 Maret 2018.
Program sertifikasi tanah saat ini merupakan program prioritas Pemerintahan Joko Widodo. Kementerian ATR/BPN telah diberikan target yang jelas untuk melakukan sertifikasi tanah di seluruh Indonesia, yakni pada 2017, lima juta sertifikat tanah harus terbit, 2018 sebanyak tujuh juta sertifikat tanah diterbitkan dan di 2019, sembilan juta sertifikat tanah diterbitkan.
Untuk memenuhi target tersebut, Kementerian ATR/BPN saat ini sedang melaksanakan Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL). Menurut Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 35 Tahun 2016 Pasal 1 Ayat (1), PTSL adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam satu wilayah desa atau kelurahan atau nama lainnya yang setingkat dengan itu.
Objek dari PTSL adalah seluruh bidang tanah tanpa terkecuali, baik bidang tanah hak, tanah aset Pemerintah Pusat atau Daerah, tanah BUMN atau BUMD, tanah desa, tanah negara, tanah masyarakat hukum adat, termasuk kawasan hutan dan bidang tanah lainnya.
Dalam PTSL, sebelum diterbitkan sertifikat, status yuridis sebuah bidang tanah dapat dikelompokkan menjadi K1, K2, K3 dan K4. K1, artinya tanah tersebut statusnya clean dan clear, sehingga dapat diterbitkan sertifikat. K2, artinya status tanah tersebut sengketa sehingga hanya dicatat dalam buku tanah. K3, artinya status subjek tanahnya belum memenuhi syarat sehingga hanya dicatat dalam daftar tanah, dan K4, artinya tanah tersebut sudah memiliki sertifikat, namun perlu perbaikan informasi pada peta.
“Hanya untuk kriteria K1 saja yang bisa diterbitkan sertifikatnya. Apabila nanti status tanah yang masih K2,K3,K4 sudah dapat terpenuhi syaratnya, sertifikatnya bias kita berikan,” jelas Sofyan.
Dengan PTSL ini, Kementerian ATR/BPN dapat mewujudkan target utama Presiden, yakni pada 2025, seluruh bidang tanah di Indonesia sudah terdaftar.
“Jumlah bidang tanah yang akan menjadi target hingga 2025, adalah sebanyak 126 juta bidang dengan harapan selesai tahun 2023,” tambahnya. (asp)