Utang Luar Negeri RI Ternyata Sulit Lunas
- ANTARA FOTO/Andika Wahyu
VIVA – Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri mengatakan, utang luar negeri pemerintah yang kini mencapai Rp4.647 triliun tidak akan pernah bisa dibayarkan secara lunas.
Hal itu menurutnya disebabkan karena utang luar negeri (ULN) merupakan bagian dari cara pemerintah untuk mengelola negara atau bisa dikatakan hal yang inheren atau tak bisa terpisahkan.
Bahkan, Faisal mengungkapkan utang luar negeri juga terjadi di negara-negara lainnya seperti Amerika Serikat yang memiliki rasio ULN terhadap PDB hampir 100 persen, lalu Singapura dan Arab Saudi. Sedangkan Indonesia hanya mencapai 29,24 persen.
"Jadi jangan cita-cita melunasi utang, utang itu bagian dari inheren mengelola negara," ujarnya di kantor Indef, Jakarta, 21 Maret 2018.
Dia menjelaskan, jika tingkat penerimaan ekonomi Indonesia sedang bagus atau mengalami surplus, pemerintah akan tetap berutang. Namun, dengan cara menerbitkan utang baru dengan bunga yang lebih murah untuk membayar utang yang bunganya lebih tinggi.
"Singapura saja gak cita-cita lunas utangnya. Tidak ada satu negara pun yang tidak punya utang. Jadi utang ini bagian inheren dari pengelolaan negara," jelasnya.
Ilustrasi utang luar negeri yang terus menumpuk.
Karenanya dia menegaskan, harapan untuk pembayaran utang pemerintah secara tuntas tidak akan pernah terjadi, namun pengelolaan dari utang tersebut yang menjadi penting diperhatikan. Terutama efektifitas utang terhadap percepatan pertumbuhan ekonomi.
Sebelumnya, Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Kementerian Keuangan, Schnaider Siahaan mengatakan, pemerintah bisa melunasi utang yang mencapai Rp4.000 triliun tersebut dalam jangka waktu sembilan tahun.
Hal ini didasarinya atas penerimaan pajak pemerintah yang pada 2018 ditargetkan mencapai Rp1.800 triliun. Dengan mengelola hal itu, menurut dia, maka utang akan bisa lunas sepanjang sembilan tahun ke depan.
"Utang rata-rata akan lunas sepanjang sembilan tahun, setiap tahun yang kita bayar itu kira-kira Rp4.000 triliun. Jadi, sekitar Rp450 triliun. Kalau kita punya penerimaan Rp1.800 triliun dan utang jatuh tempo Rp450 triliun, itu kita bisa bayar enggak? Ya bisa. Jadi, itu namanya mengelola," jelasnya.