Penetapan Harga Batu Bara, Negara Rugi Rp9 Triliun
- ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
VIVA – Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jendrral Anggaran mencatat dengan ditetapkannya harga batu bara dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) sebesar US$70 per ton oleh pemerintah demi menjaga tarif listrik agar tidak dinaikkan PT PLN, bisa menyebabkan negara kehilangan penerimaan dari sektor minerba hingga Rp9 triliun.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani, mengatakan kehilangan penerimaan negara tersebut akan terjadi untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hingga Rp5 triliun dan penerimaan pajak dari perusahaan batu bara hingga Rp4 triliun.
Hal ini disebabkan volume batu bara yang dibutuhkan untuk keperluan DMO, khususnya untuk menyuplai pembangkit listrik PT PLN (Persero) diperkirakan sekitar 86 juta ton. Sementara jumlah batu bara yang menjadi basis perhitungan untuk penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tahun ini adalah sekitar 400 juta ton.
"Dampak dari kebijakan mendmokn sampai 86 juta ton ini adalah potensi PNBP itu akan berkurang sekitar Rp4-5 triliun, itu satu. Yang ke dua dari sisi pajak juga ada potensi berkurangnya potensi pajak oleh berkurangnya pendapatan dari pada usaha itu sekitar Rp3-4 triliun. Jadi dampaknya ke APBN bisa 2, satu ke PNBP dan yang kedua kepada pajak," paparnya.
Meski demikian, Askolani beranggapan penerimaan dari sektor minerba akan tetap mencapai target yang dicanangkan di APBN 2018. Sebab, batu bara yang dipatok seharga US$ 70 per ton, jumlahnya hanya sekitar 86 juta ton. Sementara jumlah batu bara yang menjadi perhitungan dalam PNBP sekitar 400 juta ton. Dari sisi harga juga diperkirakan batu bara akan lebih tinggi.
"Tapi kemudian saya tambahkan, dengan porsi yang 86 juta dibandingkan 400 juta daripada batu bara itu, disisi lain yang lainkan harganya cukup tinggi, sehingga walaupun kita akan ada sedikit lose potensi di dmo ini tetapi kemudian secara total estimasi kita PNBP dari batu bara itu akan tetap bisa lebih tinggi jika dibandingkan APBN nya," terang Askolani.