Pemerintah Resmi Naikkan Subsidi Solar
- ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana
VIVA – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menyatakan anggaran subsidi untuk bahan bakar minyak (BBM) jenis solar naik menjadi Rp1000 per liter untuk volume yang dikonsumsi sebanyak 16,3 juta kilo liter. Subsidi sebelumnya adalah Rp500 per liter.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, hal ini dilakukan atas dasar tinjauan terhadap harga minyak mentah dunia yang mengalami kenaikan US$55-60 per barel sehingga kenaikan subsidi ini diharap bisa menjaga agar PT Pertamina selaku Badan Usaha Milik Negara tidak mengalami beban secara perusahaan.
"Oleh karena itu kita akan mencoba untuk menjaga agar kenaikan harga dari minyak mentah dunia tidak langsung mempengaruhi harga minyak dalam negeri terutama yang masih disubsidi seperi solar," ujarnya.
Di sisi lain, dia juga mengharapkan dengan adanya kenaikan subsidi terhadap solar ini juga bisa menjaga daya beli masyarakat dan tidak terbebani oleh kenaikan harga minyak dunia tersebut.
"Dalam menyikapi situasi kenaikan harga minyak dan batu bara. maka menimbulkan beban berlebihan kepada masyarkat. Karena pemerintah menganggap daya beli masyarakat perlu kita jaga sehingga dia bisa menjadi motor penggerak dari ekonomi bersama-sama dengan investasi dan ekspor," tambahnya.
Dia juga menjelaskan, dengan naiknya subsidi solar menjadi Rp1.000 per liter, maka akan menambah anggaran subsidi solar pada tahun ini yang telah ditetapkan sebesar Rp7,8 triliun menjadi mengalami pertambahan sekitar Rp4,1 triliun.
Sementara, untuk subsidi lainnya, seperti subsidi elpiji dan BBM jenis Premium, Sri Mulyani mengatakan tidak mengalami perubahan. Subsidi elpiji 3 kg tetap di angka Rp7.008 per kg untuk volume 6,45 juta kg, begitu juga dengan premium yang masih tetap kebijakannya.
Sedangkan untuk subsidi listrik, Sri Mulyani mengatakan akan dilakukan tambahan alokasi bagi subsidi listrik bagi PT PLN, dikarenakan akan ada tambahan sambungan baru untuk 1jt tambahan pelanggan rumah tangga dengan tegangan 450 VA.
"Di mana 2018 ini dianggarkan 23,1 juta pelanggan dan untuk 2018 akan ada tambahan menjadi 24.1 juta pelanggan. Jadi akan kita hitung lagi nanti berdasarkan realisasi dari tambahan tersebut," paparnya.
Meski adanya berbagai penambahan beban subsidi untuk APBN 2018 tersebut, Sri Mulyani tetap meyakini bahwa defisit akan tetap terkendali sesuai dengan UU APBN yang ada pada kisaran 2,19 perssn dari GDP atau jauh lebih rendah dari realisasi tahun lalu yang sekitar 2,49 persen.
"Tapi kami sudah melakukan penghitungan, semuanya tetap akan bisa menjaga APBN kita sehat dengan defisit 2,19, atau sesuai dengan UU APBN," tuturnya.