Bos BEI Sebut IHSG Merosot Akibat Anjloknya Sektor Tambang

Ilustrasi pertambangan.
Sumber :
  • MARKO DJURICA/REUTERS

VIVA – Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Tito Sulistio mengungkapkan, kebijakan pemerintah yang akan mengatur pasokan batu bara di pasar domestik atau Domestic Market Obligation (DMO) memberikan  sentimen negatif bagi perusahaan-perusahaan tambang yang tercatat di pasar modal Indonesia

Alfamidi Bukukan Laba Rp 467 Miliar di Kuartal III-2024, Simak Sumber Cuannya

Akibat hal itu, saham sektor tambang tersebut menekan laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga merosot 2,03 persen atau 131 poin ke level 6.368,27 pada penutupan hari ini.

"Secara tidak langsung image-nya menjadi seperti intervensi kepada pasar. Yang saya belum baca ini semua bisa tentukan atau hanya suplai pemerintah kepada PLN saja, saya terus terang belum tahu. Tapi apa pun itu, menurut saya itu suatu intonansi jelas, yang langsung tuh 3 persen lebih dampaknya," ujar Tito di Gedung Bursa Efek Indonesia, Rabu, 7 Maret 2018.

Turun 7,8 Persen, Adaro Energy Cetak Laba US$1,17 Miliar Kuartal III-2024

Selain itu Tito mengungkapkan, pada perdagangan hari ini saham-saham sektor pertambangan turun hingga 3,48 persen. Penurunan ini jelas berimbas pada sektor lainnya.

Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia Tito Sulistio (Kiri)

Produsen Susu Ultra hingga Teh Kotak Ini Cetak Laba Bersih Rp 893 M Kuartal III-2024, Turun 6 Persen

Direktur Utama BEI Tito Sulistio (Kiri)

“Penurunan di sektor mining ini juga berimbas pada pertanian, perkebunan, dan lain-lain. Satu negatif, yang lain ikut,” paparnya.

Berdasarkan laporan keuangan yang dirilis 70 perusahaan, baik pendapatan maupun laba bersih, emiten-emiten tambang rata-rata mengalami peningkatan pendapatan 25 persen serta laba bersih 24,7 persen. Namun, sentimen positif itu pun belum mampu membendung penurunan saham sektor tersebut. 

"Jika ada intervensi pemerintah kepada pasar, itu menjadi negative issue," ujarnya menambahkan.

Lebih lanjut Tito juga mengatakan, IHSG terkoreksi dalam akibat dari pengaruh pandangan negatif investor stabilitas nilai rupiah dan kebijakan pajak yang baru diterapkan pemerintah. 

"Mereka mencari uncertainty dari pada equilibrium baru rupiah di berapa sih. Juga karena mulai orang tarik dana karena untuk bayar pajak, untuk pilkada, sudah mulai nih," paparnya.

Terlepas dari beberapa faktor tersebut Tito meyakini, penurunan nilai saham ini hanya terjadi sesaat. Selama produk dan arah bisnis dari perusahaan tambang masih bagus. 

“Jumlah net income masih tumbuh 20 persen, produk kita masih bagus,” ungkapnya. 

Presiden Direktur DRMA Irianto Santoso

Bidik Potensi Bisnis Industri Kendaraan Listrik di 2025, Begini Strategi Dharma Polimetal

miten manufaktur komponen otomotif PT Dharma Polimetal Tbk (DRMA)membidik peluang pasar industri electric vehicle (EV) atau kendaraan listrik pada tahun 2025 mendatang.

img_title
VIVA.co.id
14 November 2024