Inikah Penyebab Toko Online RI Dibanjiri Produk Impor
- www.pixabay.com/StockSnap
VIVA – Toko online atau e-commerce Indonesia masih didominasi oleh barang impor. Perbandingannya saat ini sekitar 90 persen untuk produk impor berbanding 10 persen untuk produk dalam negeri.
Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menengarai barang impor yang menguasai marketplace RI lantaran kepemilikan saham di perusahaan-perusahaan marketplace tersebut.
"Jadi ada indikasi kalau perusahaan ini banyak dibeli oleh asing, ada kemungkinan peningkatan impor barang-barang yang kemudian diperjualbelikan melalui online," kata Bambang di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, Rabu 21 Februari 2018.
Dia juga mengaku heran apa yang menjadi penyebab impor barang konsumsi naik begitu besar pada tahun 2017 hingga mencapai 30 persen. Sedangkan, tahun sebelumnya impor barang konsumsi justru negatif 15 persen.
"Itu baru terjadi setahun ini maksudnya dari 2017 ke sekarang, terjadi juga fenomena kesuksesan market plaltform ini dibeli oleh pemegang saham dari luar. Dan ini kemudian membuat impornya naik luar biasa," katanya.
Jika dilihat, sambung Bambang, impor barang konsumsi yang masuk kebanyakan adalah untuk pakaian dan peralatan rumah tangga. Itulah yang menjadi perhatiannya, impor barang konsumsi naik sedangkan konsumsi masyarakat melambat
"Jadi penyebab pertama mungkin di online kebanyakan pakai impor. Kedua banyak transaksi online yang belum terekam dalam data kita," ujarnya.
Bambang pun mengatakan, dia sebagai pembina Badan Pusat Statistik (BPS) dalam berbagai diskusi akhirnya meminta BPS mulai merekam seluruh transaksi online.
"Karena selama ini transaksi online tidak tercatat. Boro-boro pajak, statistik saja (datanya) enggak masuk apalagi pajak. Jadi terus terang saya agak khawatir, kalau online dibanjiri barang impor barang domestik akan kalah," katanya.
Jika barang domestik kalah bersaing dengan barang impor menurutnya akan berimbas kepada turunnya kinerja sektor manufaktur.
"Kalau (produk domestik) kalah, sektor manufaktur akan turun. Sehingga akhirnya menciptakan pengangguran. Pertumbuhan manufaktur di bawah pertumbuhan ekonomi nasional dan seterusnya. Jadi ini fenomena yang menurut saya harus dipahami lebih lanjut," tutup dia.