'Mahar Politik' dan Daya Rusaknya

Nurdin Halid (kanan), Nugraha Besoes dan Andi Darussalam
Sumber :
  • REUTERS/Darren Whiteside

VIVA – ‘Mahar politik’ menjadi topik hangat di publik setelah ‘nyanyian’ Ketua Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur, La Nyalla Mattalitti, karena tak diberi rekomendasi oleh Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra, Prabowo Subianto, untuk maju ke Pemilihan Gubernur Jawa Timur.

Pilkada 2020, Harapan Membaiknya Pesta Politik Rakyat

Pengamat politik, Sebastian Salang memandang pengakuan La Nyalla itu mengonfirmasi praktik mahar politik dalam tiap gelaran pemilu. Menurutnya, pembenaran mahar politik untuk biaya parpol sangat bahaya. Sebab, gagasan itu akan dimanfaatkan oleh para broker, oknum parpol yang bermain.

"Belum tentu juga (mahar didistribusikan) ke parpol. Daya rusak mahar itu bisa buat parpol. Parpol membuka kebusukan diri karena ulah satu dua orang (oknum) ini," ujar Sebastian Salang dalam bincang Apa Kabar Indonesia Pagi tvOne, Sabtu 13 Januari 2018. 

Untung Rugi Pilkada Langsung dan Tak Langsung

Dia mengatakan, persoalan mahar politik memang membuka diskusi tentang pembiayaan parpol. Sebastian menantang, parpol harus lebih transparan dalam pembiayaan aktivitas partai. 

"Parpol mau enggak secara terbuka berapa dianggarkan masing-masing level (pemilu). Kalau ada tarif resmi dan deklarasikan itu (mahar) jelas masuk ke partai. Itu tarif disampaikan ke calon bukan operasional partai," kata dia. 

Pilkada ala Orba

Dia menuturkan, soal pembiayaan, sejatinya parpol sudah lama dibiayai oleh negara. Namun, parpol selalu mengeluh pembiayaan tergolong minim, parpol meminta peningkatan pembiayaan dari APBN.

Biaya parpol didapatkan dari negara berdasarkan jumlah suara pemilu, dengan hitungan sebesar Rp108 per suara sah. Belakangan KPK mengusulkan dana parpol menjadi Rp1.071 per suara sah.

"Rekomendasi KPK dinaikkan sehingga (parpol) tercukupi," ujarnya. 

Tapi, kenaikan dana parpol juga menuntut tantangan, yakni parpol harus profesional dan transparan menyampaikan penggunaan dana dari negara tersebut.

"Tapi maukah parpol mengelola transparan keuangan negara? Jangan-jangan parpol tak mau kelola secara transparan. Mahar politik jangan-jangan menguntungkan oknum parpol," ujarnya.

Sebastian menduga ada oknum dalam politik, yang justru melanggengkan dan memelihara mahar politik ini dengan tujuan mengeruk keuntungan pribadi maupun kelompok.

Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Oesman Sapta Odang

Jadi Ketum, OSO Tegaskan Tak Ada Mahar Politik dalam Hanura

Hanura akan terus dekat bersama dengan rakyat.

img_title
VIVA.co.id
24 Januari 2020