Akom Sebut Kasus Novanto Ganggu Golkar
- ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
VIVA – Mantan Ketua DPR, Ade Komarudin menyerahkan nasib Partai Golkar kepada para kader dan pengurus di daerah baik kabupaten, kota, maupun provinsi.
Menurut Akom, begitu Ade Komarudin biasa dipanggil, para pengurus daerah yang paling merasakan langsung dampak penahanan yang dilakukan KPK terhadap Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto, atas kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.
"Kami serahkan teman-teman pemilik suara di tingkat DPD I dan DPD II yang mereka itu menyadari benar bahwa partai ini harus kokoh dan siap," kata Akom usai diperiksa penyidik, di kantor KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 22 November 2017.
Akom diperiksa sebagai saksi kasus korupsi proyek e-KTP yang menjerat Novanto. Dia mengakui kasus hukum yang menjerat Novanto mengganggu kinerja Partai Golkar. Apalagi, dalam waktu dekat akan digelar Pilkada serentak 2018 dan Pemilihan Legislatif serta Pemilihan Presiden pada 2019.
"Pasti harus diakui ada dampak karena itu kita serahkan pada seluruh tingkat II pemilik suara seluruh Indonesia dan tingkat I untuk sama-sama mereka satukan langkah agar partai ini solid dan kompak menghadapi Pileg dan Pilpres 2019," katanya.
Meski begitu, Akom menghormati keputusan Rapat Pleno DPP Partai Golkar yang memutuskan menunjuk Sekjen DPP Partai Golkar Idrus Marham sebagai pelaksana tugas menggantikan posisi Ketua Umum Setya Novanto. Rapat Pleno ini juga memutuskan Munaslub pergantian ketua umum akan dilakukan jika gugatan praperadilan yang diajukan ditolak PN Jaksel.
Menurut Akom, Rapat Pleno jadi mekanisme pengambil keputusan tertinggi di Golkar setelah Rapat Pimpinan dan Munas. Di sisi lain, Akom mengingatkan para elite partainya untuk memikirkan eksistensi partai supaya tetap dapat bertahan, dan solid terutama menghadapi tahun politik. Terlebih Golkar telah memutuskan mendukung Presiden Joko Widodo di Pilpres 2019.
"Jangan lupa sebentar lagi mau Pileg dan Pilpres," ujar Akom.
Anggota DPR dari Fraksi Golkar itu pun tak menyoalkan keputusan mengenai digelarnya Munas menunggu hasil praperadilan. Menurutnya, keputusan ini tidak menyalahi AD/ART Partai Golkar. Selain itu, dengan waktu yang tersedia, Akom berharap seluruh elemen di Partai Golkar dapat kembali berjalan harmonis.
"Mudah-mudahan jalan kemarin teman-teman di DPP itu bisa menyatukan partai agar harmonis untuk pemenangan pileg dan pilpres pak Jokowi," kata Akom.
Sementara itu, terkait pemanggilannya ke KPK, Akom mengaku diperiksa sebagai saksi untuk dua orang tersangka korupsi e-KTP, Ketua DPR Setya Novanto dan Dirut PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo.
Menurut Akom, pertanyaan yang diajukan penyidik KPK relatif sama seperti pemeriksaan sebelum-sebelumnya. Akom memang sudah beberapa kali diperiksa sebagi saksi dalam kasus korupsi senilai Rp2,3 triliun ini.
"Makanya tadi tidak lama keterangannya nggak ada yang berubah, enggak ada yang baru," ujarnya di kantor KPK, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu 22 November 2017.
Akom menjelaskan, pertanyaan penyidik hanya berulang-ulang. Itu pun, tekan dia, sudah disampaikan di dalam persidangan terdakwa e-KTP lainnya. Meski demikian, Akom memaklumi karena proses hukum yang saat ini berjalan untuk orang berbeda yakni, Setya Novanto dan Anang.
"Jadi nanti kalau soal itunya sama aja berulang-ulang kaya yang di pengadilan, copy paste enggak ada yang berubah sama sekali, makanya cepat," kata anggota Komisi IX DPR itu.
Dalam persidangan sebelumnya, baik untuk terdakwa Irman dan Sugiharto, bahkan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, Akom mengaku pernah sampaikan pesan kepada Ketua Dewan Pembina Partai Golkar, agar meminta klarifikasi kepada Novanto terkait proyek e-KTP. Pasalnya, ketika itu nama Novanto terus mencuat karena kasus e-KTP yang dinilai bisa mempengaruhi elektabilitas partai berlambang pohon beringin itu. (mus)