ARB: Yang Plesetkan Ucapan 'Pribumi' Anies yang Salah
- VIVA.co.id/Reza Fajri
VIVA – Ucapan Anies Baswedan yang menyinggung kata 'pribumi' usai dilantik sebagai Gubernur DKI menuai pro dan kontra. Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie menilai konteks pribumi yang diucapkan oleh Anies tak salah karena terkait konteks pada masa yang lampau.
"Saya pikir dia bicara soal pribumi pada masa yang lalu. Kenapa tidak?" kata ARB di Hotel Kartika Chandra, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kamis 19 Oktober 2017.
ARB pun heran ada anggapan jika ucapan Anies saat pidato tersebut bermaksud untuk membelah masyarakat DKI Jakarta. "Kenapa mesti didikotomikan begitu, kenapa?" ujar ARB.
Menurut dia, kontroversi ucapan Anies tersebut terjadi karena dipelintir oleh suatu pihak. Dia menegaskan konteks yang tengah dibicarakan Anies saat pidato itu terkait masa kemerdekaan dulu.
"Orang dia berbicara tentang pada waktu zaman kemerdekaan. Yang pelesetkan pada zaman sekarang tuh yang salah," kata ARB.
Kata pribumi menjadi kontroversi pasca Anies menyampaikan pidato. Dalam pidatonya, Anies menyinggung kata pribumi. Namun, konteksnya bukan berhadap-hadapan dengan non pribumi, melainkan era kolonialisme. Dia mengingatkan bila bangsa ini sudah lama ditindas oleh kolonialisme.
Berikut sebagian kutipan pidato Anies di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, usai dilantik menjadi Gubernur DKI, 16 Oktober 2017.
Dulu kita semua pribumi ditindas dan dikalahkan. Kini telah merdeka, kini saatnya menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Jangan sampai Jakarta ini seperti yang dituliskan pepatah Madura. Itik telor, ayam singerimi. Itik yang bertelor, ayam yang mengerami.
Kita yang bekerja keras untuk merebut kemerdekaan. Kita yang bekerja keras untuk mengusir kolonialisme. Kita semua harus merasakan manfaat kemerdekaan di ibu kota ini. Dan kita menginginkan Jakarta bisa menjadi layaknya sebuah arena aplikasi Pancasila.
Jakarta bukan hanya sekedar kota, dia adalah ibukota maka di kota ini Pancasila harus mengejawantah, Pancasila harus menjadi kenyataan. Setiap silanya harus terasa dalam keseharian. Dimulai dari hadirnya suasana ketuhanan di setiap sendi kehidupan ibukota. Indonesia bukanlah negara berdasarkan satu agama. Namun Indonesia juga bukan sebuah negara yang alergi agama apalagi anti agama. Ketuhanan selayaknya menjadi landasan kehidupan warga dan kehidupan bernegara sebagaimana sila pertama Pancasila. Ketuhanan Yang Maha Esa.