Mantan Anggota KPU Gugat UU Pemilu
- VIVA.co.id/ Moh Nadlir
VIVA.co.id – Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum, Hadar Nafis Gumay, menggugat Undang Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, terutama pasal 222 yang mengatur ambang batas presiden (presidential threshold) 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional ke Mahkamah Konstitusi.
Hadar khawatir ambang batas presiden hanya menguntungkan partai politik tertentu, atau menjadi kongkalikong kekuatan politik tertentu saja yang bisa mengajukan calon presiden.
"Itu dari kekuatan-kekuatan partai politik yang selama ini ada. Mereka bisa bergerombol untuk hitung-hitungan praktis politik mereka. Ya sudah deh kita bikin calon sedikit saja, atau bisa tunggal misalnya," kata Hadar di Gedung MK, Jakarta, Selasa, 3 Oktober 2017.
Kondisi itu, menurut Hadar, bertentangan dengan konstitusi yang memberi ruang bagi semua partai untuk mengusung calon presiden, baik sendiri maupun gabungan partai politik. Selain itu, menurutnya, konstitusi sebenarnya sudah mengatur itu semua hingga ke tataran teknis.
"Konstitusi kita itu sudah membuat sistem pemilihan presiden itu secara lengkap dan jelas, yaitu sistemnya dua putaran. Jadi kala kita punya calon banyak maka ada putaran kedua," katanya.
Di putaran kedua tersebut kandidat calon presiden jumlahnya akan semakin mengerucut. Selain itu, di putaran kedua akan terhindar dengan kemungkinan calon tunggal.
"Sistem pemilihan yang dua putaran itu harus kita patuhi. Jadi enggak perlu kemudian dibatas-batasi. Itu jelas di konstitusi loh," tegasnya.
Demi keadilan bagi semua partai politik untuk bisa mengusung calon presiden, Hadar berharap MK mengabulkan permohonannya dengan menolak pasal 222 dalam Undang Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. (ase)