Hanura: Silakan Gugat UU Pemilu ke MK
- VIVAnews/Ahmad Rizaluddin
VIVA.co.id - Sekretaris Fraksi Hanura, Dadang Rusdiana, menanggapi rencana Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra yang akan mengajukan gugatan terhadap UU Pemilu yang baru disahkan oleh DPR.
Dia tidak mempersoalkan langkah mantan Menteri Sekretaris Negara, Menteri Hukum dan Perundang-Undangan dan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia tersebut.
"Silakan saja, kalau merasa penetapan presidential treshold bertentangan dengan UUD 45. Langkah baik tentunya melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi," kata Dadang saat dihubungi VIVA.co.id, Jumat, 21 Juli 2017.
Meski begitu, ia menilai perbincangan masalah presidential treshold ini sudah panjang dilakukan di tingkat Pansus termasuk berkonsultasi ke MK. Karena itu baginya, presidential treshold 20 persen tidak bertentangan dengan Pasal 6 a ayat 2 UUD 1945.
"UU yang mengatur presidential treshold 20 persen kursi DPR atau 25 persen dari suara sah itu justru menjabarkan ketentuan pasal 6 A ayat 2 tersebut. UU kan perlu mengatur lebih lanjut, partai atau gabungan Parpol mana saja yg dapat mengajukan capres/cawapres, tetap harus ada proses selektif kualitatif karena ini calon pemimpin bangsa dan negara. Tidak sembarangan," kata Dadang.
Ia melanjutkan sama halnya dengan setiap warga negara memiliki hak politik dipilih dan memilih. Maka bagaimana syarat bisa memilih, dan apa syarat dapat dipilih, maka diuraikan lebih lanjut syarat-syaratnya. Maka syarat presidential treshold adalah sesuatu yang 'open legal policy' tergantung pembuat UU.
Sementara itu, anggota Pansus revisi UU Pemilu, Hetifah Sjaifufian, justru berharap DPR dan pemerintah segera menyosialisasikan UU yang baru disahkan itu dengan alasan karena di dalamnya banyak hal baru.
"Termasuk keserentakan Pileg dan Pilpres. Tentu, masyarakat masih bertanya-tanya tentang Pemilu serentak ini," kata Hetifah, lewat pesan tertulisnya, Jumat 21 Juli 2017.
Hetifah juga berharap kepada KPU-Bawaslu agar segera menyusun Peraturan KPU (PKPU) dan peraturan Bawaslu (Perbawaslu) sebagai regulasi yang mengatur lebih teknis turunan UU Pemilu ini.
"Kami berharap agar KPU-Bawaslu mengonsultasikan peraturan tersebut kepada DPR agar tidak ada peraturan yang bertentangan dengan UU Pemilu," ujar Hetifah.
Politikus Partai Golkar ini meminta semua parpol, termasuk yang baru akan mengikuti Pemilu 2019, segera melakukan konsolidasi dan persiapan verifikasi baru. Parpol juga diminta memberikan kuota perempuan pada daftar calegnya.
"Kami juga berharap, kader-kader perempuan di parpol untuk mengambil bagian dalam proses rekrutmen caleg," kata Hetifah.
Sebelumnya, setelah melalui proses yang alot dan panjang, DPR akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pemilu menjadi Undang-Undang dengan satu poin krusial, yakni ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) 20 persen, pada Jumat dini hari, 21 Juli 2017.
Aturan baru ini membuat partai politik atau gabungan partai politik dapat mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu Presiden tahun 2019 jika memiliki sedikitnya 20 persen kursi di DPR. (mus)