Peta Kekuatan Voting Ambang Batas Presiden
VIVA.co.id – Ketua Panitia Khusus RUU Pemilu, Lukman Edy mengakui, masih ada pasal krusial yang menjadi perdebatan dalam RUU Pemilu. Pasal itu terkait ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold).
Dalam hal ini pemerintah masih bersikukuh, ambang batas pencalonan presiden 20 persen kursi, atau 25 persen suara sah nasional, hal ini mengacu pada UU Pemilu yang digunakan pada 2014.
"Ini sepertinya akan di voting. Pemerintah masih lobi-lobi partai politik sampai Senin depan," kata Lukman usai diskusi dengan tema ‘Menakar Kualitas Pemilu Melalui RUU Penyelenggaraan Pemilu, di Kantor Kemendagri, Jakarta, Jumat 9 Juni 2017.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa ini mengungkapkan, posisi 10 fraksi partai politik yang ada di DPR saat ini, kekuatan suara partai politik terbagi ketiga kelompok.
PDIP, Golkar, NasDem setuju dengan pemerintah 20 persen. Kelompok kedua, yakni PPP, Hanura mengusulkan ambang batas pencalonan presiden 10-15 persen. Sedangkan Gerindra, PAN, dan Demokrat tetap mengusulkan ambang batas nol persen.
"PKB dan PKS sudah oke nol persen, tetapi sebaiknya sama dengan presidential threshold," ungkapnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kemendagri, Yuswani A Temenggung menolak bila pemerintah dianggap ngotot ingin memasukkan presidential threshold 20 persen kursi atau 25 persen suara sah nasional. Menurutnya, apa yang diajukan pemerintah sudah sesuai kepentingan rakyat, partai politik dan pemerintah.
"Pemerintah enggak ngotot. Dari awal perumusan RUU sudah melakukan pengkajian. 20-25 persen itu sudah kita laksanakan, kita punya kompleksitas dengan diseragamkan," ungkapnya.
Selain itu, Yuwandi juga menolak bila penggunaan presidential threshold melanggar putusan Mahkamah Konstitusi Pemilu serentak. "Putusan MK tak singgung presidential threshold. Dengan presidential threshold Kebaikannya lebih banyak, karena kita sudah lakukan dari awal. Sekarang saja dengan 20-25 konsolidasi parpol sudah semakin kerucut," katanya.