Penambahan Komisioner KPU-Bawaslu Dinilai Tidak Tepat
- VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVA.co.id – Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemilu menyepakati penambahan komisioner KPU dan Bawaslu tingkat pusat. Penambahan jumlah komisioner yang sudah disepakati dengan pemerintah dinilai belum tepat karena tak mendesak.
Wakil Sekretaris Jenderal Komite Indipenden Pemantau Pemantau Pemilu (KIPP) Girindra Sandino menilai penambahan komisioner ini justru berbahaya.
"Penambahan jumlah anggota KPU tidak ada urgensitasnya, malah berbahaya ke depannya," kata Girindra, di Jakarta, Jumat 9 Juni 2017.
Girindra menjelaskan, dengan bertambahnya komisioner kedua lembaga, dikhawatirkan ada kepentingan saling menyandera. Ada kekhawatiran, misalnya, dengan sengaja bergiliran tak hadir dalam rapat pleno. Hal ini akan membuat keputusan sulit dan dianggap tidak sah. Pasalnya, rapat dianggap tidak kuorum.
"Hal ini bisa merembet ke bawah atau kesekjenan, kesekretariatan dengan diam-diam memboikot program-program tertentu yang belum atau menunjukkan sinyal tidak disepakati," tuturnya.
Ia khawatir selain itu penambahan komisioner KPU dan Bawaslu juga memicu dualisme kepemimpinan. Hal ini akan berdampak pada tidak efektif dan profesionalnya kerja KPU serta Bawaslu.
Jika terjadi, dikhawatirkan pemboikotan dari kesekretariatan karena terbelahnya pendapat para anggota KPU dan Bawaslu. Potensi ini sangat berbahaya untuk jalannya pemilihan legislatif dan pemilihan presiden.
"Pemilu yang serentak sangat memerlukan soliditas yang kuat dari anggota, bukan menambah yang cenderung akan dapat memecah belah jika terjadi perbedaan pendapat," tutur Girindra.
Seperti diketahui, dalam rapat Pansus Pemilu yang dihadiri pemerintah pada Senin, 5 Juni 2017 menyepakati penambahan komisioner KPU dan Bawaslu. Untuk komisioner KPU dari 7 menjadi 11 kursi. Sementara, pimpinan Baslu dari 5 menjadi 9 kursi. Penambahan komisioner ini dibutuhkan karena penyelenggaraan pemilu ke depan dianggap lebih kompleks. (ase)